Kompol Tri Suhartanto selaku Kasat Siaga A Mabes Polri mengatakan, pada tahun 2022 tercatat jumlah kasus bunuh diri tertinggi yakni 898 kasus, sedangkan terendah pada tahun 2020 sebanyak 671 kasus. Hal itu disampaikannya dalam diskusi “Hari Pencegahan Bunuh Diri Sedunia” Senin (11/9) ini.
Jadi dalam kurun waktu 2017 hingga Agustus 2023, terdapat 5.556 laporan kasus bunuh diri. Jika kita rangking kasus bunuh diri yang terjadi pada periode 2017 hingga Agustus 2023, maka kasus bunuh diri tertinggi terjadi di wilayah hukum Polda Jateng, yaitu 2.156 kasus, sedangkan di wilayah hukum Polda yang kasus bunuh diri paling sedikit adalah Polda Bangka Belitung yaitu kasus nomor satu,” jelas Kompol Tri Suhartanto dalam diskusi yang diselenggarakan Direktorat Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan.
Laporan tingginya kasus bunuh diri juga terjadi di wilayah hukum Polda Jatim yakni 1.075 kasus, dan di Bali sebanyak 627 kasus.
Menurut Kompol Tri Suhartanto, kasus bunuh diri bisa disebabkan karena pelakunya mengalami permasalahan dalam hidupnya, misalnya perceraian, kehilangan atau kematian orang terdekat; atau karena kekerasan psikologis, seperti intimidasi (menggertak)penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif (NAPZA) atau dilatarbelakangi oleh kekerasan seksual yang dialami pelaku.
“Ada seorang siswa SD yang bunuh diri karena dicurigai diolok-olok oleh teman-temannya, lalu ada juga seorang kerabatnya yang bunuh diri karena pernah mengalami pelecehan seksual di tempat pendidikannya. Hal ini juga pernah terjadi dan ada. beberapa contoh lainnya yang kami rangkum dari beberapa media,” jelasnya.
Ia mengimbau semua orang segera menghubungi nomor layanan darurat, termasuk Call Center Pelayanan Kepolisian 110, dan layanan kesehatan jiwa Kementerian Kesehatan di nomor 119 atau 118, jika mengetahui adanya potensi kasus bunuh diri.
Menciptakan Harapan
“Hari Pencegahan Bunuh Diri Sedunia” diperingati setiap tanggal 10 September. Tema tahun ini adalah “Menciptakan Harapan Melalui Tindakan.”
Direktur Kesehatan Jiwa (Keswa) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Vensya Sitohang mengatakan peringatan ini penting untuk membangkitkan kepedulian semua pihak, hingga menumbuhkan harapan pada masyarakat lain yang mengalami permasalahan.
“Dengan menciptakan harapan melalui tindakan kita dapat memberikan sinyal kepada orang-orang yang memiliki pemikiran untuk bunuh diri bahwa ada harapan dengan menunjukkan kepedulian,” kata Vensya Sitohang.
Ia menambahkan, target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) pada tahun 2030 adalah menurunkan sepertiga angka kematian akibat bunuh diri.
Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2019 menunjukkan 703 ribu orang meninggal setiap tahunnya akibat bunuh diri.
Perilaku Bunuh Diri Dapat Dicegah
Wangsa Ayu Vidya Loka, psikolog klinis Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali, mengatakan sangat penting untuk mengenali tanda dan risiko bunuh diri.
Menurutnya, seseorang dengan pikiran untuk bunuh diri akan menunjukkan tanda-tanda antara lain ekspresi putus asa, ekspresi rasa bersalah, dan harapan untuk mati. Ia membantah mitos bahwa pikiran untuk bunuh diri tidak dapat dideteksi.
Jadi ungkapan orang yang ingin bunuh diri biasanya mengandung perasaan putus asa, misalnya ‘Aku tidak punya tujuan hidup, aku tidak berharga, aku sendirian di dunia ini’, kata Vidya.
Upaya membantu mencegah bunuh diri dapat dilakukan dengan memberikan empati, menunjukkan keseriusan dalam memahami permasalahan, terbuka terhadap diskusi mendalam, dan merekomendasikan orang yang bersangkutan kepada profesional atau psikolog.
“Perilaku bunuh diri tidak muncul secara tiba-tiba tetapi disertai dengan tanda-tanda yang telah ada sebelumnya dan itulah kesempatan kita untuk mencegahnya,” jelas Vidya yang menekankan bahwa perilaku bunuh diri merupakan suatu konsekuensi sehingga dapat dideteksi sedini mungkin inti permasalahannya. [yl/em]