Jokowi Buka Opsi Impor Beras untuk 2024

Opsi impor beras tersebut disampaikan Jokowi saat meninjau cadangan beras pemerintah dan pemberian bantuan sosial di gedung Perum Bulog, di Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (11/9).

Jokowi mengaku sudah menjajaki impor beras bersama sejumlah kepala negara dan pemerintahan. Nantinya, negosiasi harga dan hal lainnya akan ditindaklanjuti oleh Bulog.

“Saya sudah berbicara dengan PM (Kamboja) Hun Manet, kemudian dengan Presiden Bangladesh yang memiliki saham, dengan PM India Narendra Modi, dengan Perdana Menteri Republik Rakyat Tiongkok (RRT) Li Qiang. Stok (beras) kami sudah banyak, tapi kami masih mencari di mana bisa membelinya. “Bukan untuk saat ini, tapi untuk rencana tahun depan juga,” kata Jokowi.

Jokowi menjelaskan, pengadaan beras impor dilakukan pemerintah semata-mata untuk memperkuat cadangan beras dalam negeri dan meredam kenaikan harga pasar akibat fenomena El Nino yang juga terjadi di sejumlah negara.

“Ini untuk memastikan kita punya cadangan strategis, stok. “Itu perlu, untuk memastikan tidak ada kenaikan (harga) karena produksi pasti turun akibat El-Nino, padahal saya lihat jumlahnya tidak banyak,” jelasnya.

Apalagi beberapa negara sudah berhenti ekspor beras, seperti India yang biasanya ekspornya besar. Tadinya kaya gandum, Ukraina dan Rusia yang punya stok hingga 200 juta ton terhenti sehingga harga gandum naik. tapi yang paling penting adalah manajemen, tata kelola, itu semua kita hadapi,” imbuhnya.

Lebih lanjut, Jokowi memastikan cadangan beras pemerintah (CBP) hingga akhir tahun cukup aman yakni mencapai dua juta ton. Menurut dia, saat ini yang tersedia di gudang Bulog mencapai 1,6 juta ton, sedangkan sisanya sebanyak 400 ribu ton sedang dalam perjalanan dan paling lambat akan tiba di Indonesia pada November mendatang. Dari 400 ribu ton tersebut, 250 ribu ton diimpor dari Kamboja.

Presiden Jokowi memberikan bantuan beras kepada masyarakat yang membutuhkan sebesar 10 kg per kepala keluarga yang akan disalurkan kepada 21,3 juta keluarga penerima manfaat.  (Biro Sekretariat Presiden)

Presiden Jokowi memberikan bantuan beras kepada masyarakat yang membutuhkan sebesar 10 kg per kepala keluarga yang akan disalurkan kepada 21,3 juta keluarga penerima manfaat. (Biro Sekretariat Presiden)

Selain itu, Jokowi menyebut pemerintah juga akan menyalurkan bantuan pangan beras sebanyak 210 ribu ton kepada 21,3 juta keluarga penerima manfaat (KPM), selama tiga bulan berturut-turut mulai September hingga November. Setiap KPM akan menerima 10 kilogram (kg) dalam tiga kali pembagian.

Perlukah Impor Beras?

Ketua Umum Gerakan Tani Indonesia (GPN), Suryo Wiyono mengatakan, dengan adanya fenomena El Nino atau musim kemarau yang lebih panjang dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, maka impor beras merupakan pilihan bijak. Ia sendiri melihat rata-rata penurunan produksi beras dalam negeri mencapai tujuh persen.

“Memang tahun ini kemarau panjang sehingga banyak tanaman yang kekurangan air dan produksi secara keseluruhan turun. Jadi dalam situasi seperti ini, mau tidak mau impor menjadi hal yang perlu dilakukan,” kata Suryo.

Jokowi telah melakukan diskusi dengan sejumlah kepala negara dan pemerintahan terkait pengadaan beras impor tahun depan.  (Biro Sekretariat Presiden)

Jokowi telah melakukan diskusi dengan sejumlah kepala negara dan pemerintahan terkait pengadaan beras impor tahun depan. (Biro Sekretariat Presiden)

Meski begitu, dampak El Nino sebenarnya bisa diminimalisir agar penurunan produksi padi tidak turun terlalu jauh, apalagi musim kemarau ini bisa diprediksi oleh BMKG.

Suryo menjelaskan, peningkatan literasi terhadap perubahan iklim seperti kekeringan dan banjir di kalangan petani sangatlah penting. Dengan begitu, kata dia, petani bisa mengetahui jenis varietas padi apa yang cocok ditanam di musim kemarau panjang. Teknologi yang digunakan juga tidak kalah pentingnya agar hasil panen yang didapat kedepannya bisa maksimal.

“Literasi petani terhadap iklim. Petani sangat membutuhkan pendidikan yang nyata. karena pada akhirnya pertanian ini adalah manusia. Lalu bagaimana teknologi (yang digunakan) dan antisipasi yang diterapkan. “Kelembagaan di pemerintahan dan kebijakan yang mendukung hal ini juga diperlukan, sehingga dampaknya akan sangat kecil,” imbuhnya. [gi/ab]

Tinggalkan Balasan