Proyek Rempang Eco City Dianggap Tak Berpihak pada Masyarakat Adat, Jokowi: Ini Soal Komunikasi

“Mari kita mati berdiri, daripada hidup bertekuk lutut. Karena kita ingin menjadi tuan rumah di negeri sendiri,” demikian petikan pernyataan Juru Bicara Kekerabatan Masyarakat Adat Lokal (Keramat) Rempang Galang, Suardi, menanggapi isu tersebut. pengembangan kawasan ekonomi baru Rempang Eco City.

Sepekan terakhir ini situasi di Pulau Rempang, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau, memanas akibat kisruh tak terhindarkan antara aparat keamanan dan masyarakat. Masyarakat setempat menolak keras ambisi pemerintah membangun kawasan Rempang Eco City. Penolakan ini bukan tanpa alasan. Pembangunan kawasan ekonomi baru Rempang Eco City akan menggusur 16 Kampung Melayu Lama yang sudah ada sejak tahun 1834.

“Pulau Rempang, dari 16 titik desa tua, jauh sebelum Indonesia merdeka, kita sudah menjadi bagian dari sebuah kerajaan bernama Kesultanan Lingga Riau. Desa-desa ini didirikan oleh nenek moyang kita pada tahun 1843 dan menjadi warisan yang tidak boleh hilang. amanah nenek moyang kita,” kata Suardi, Selasa (12/9).

Masuk Program Strategis Nasional, Pulau Rempang dijadikan Kawasan Industri dan Pariwisata Terpadu

Proyek pengembangan Rempang Eco City masuk dalam daftar program strategis nasional (PSN) tahun 2023 sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2023 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia No. Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2021 tentang Perubahan Daftar Proyek Strategis Nasional. Aturan tersebut disahkan pada 28 Agustus 2023.

Pemerintah pusat bersama BP Batam dan PT Makmur Elok Graha (MEG) akan mempersiapkan Pulau Rempang sebagai kawasan industri, perdagangan, dan pariwisata terpadu dengan nilai investasi hingga tahun 2080 diproyeksikan mencapai Rp381 triliun.

Proyek Rempang Eco City dinilai tidak memperhatikan nilai-nilai sejarah Melayu dan Masyarakat Adat

Namun proyek tersebut dinilai tidak berpihak pada masyarakat adat di Pulau Rempang dan tidak memperhatikan nilai-nilai sejarah Melayu yang ada di sekitar pulau tersebut. Masyarakat pun menolak blokade dan penggusuran yang dilakukan pemerintah.

“Kami menilai program ini dilakukan terlalu berlebihan. Tidak sesuai dengan konstitusi yang ada. Tanah yang kami miliki lebih dari 40-50 tahun lalu seolah-olah (dianggap) tidak ada,” kata Suardi.

Suardi menegaskan, nilai sejarah Melayu harus dilestarikan di tanah warisan nenek moyang mereka.

“Ini bukan soal pindah dan harga, kita tidak membicarakan itu. Kalau kita menyetujui tawaran mereka, martabat kita akan tetap utuh dan silsilah desa tetap ada? Itu tidak mungkin. Kita akan terus bertahan. Kita tidak hargai uangnya. Sikap kami intinya akan tetap menjaga itu selamanya,” jelasnya.

Suardi menjelaskan, pengukuran paksa tanah di Pulau Rempang dilakukan oleh Badan Pengusahaan (BP) Batam, TNI dan Polri tanpa koordinasi dan sosialisasi kepada masyarakat sekitar.

“Menurut saya, pengukuran paksa dari BP Batam dan aparat keamanan tidak sesuai standar operasional prosedur. Tidak ada mediasi, tapi kami sebagai orang Melayu menunggu. Mereka datang tanpa perundingan dan masyarakat bertahan sehingga terjadi bentrok. terjadi,” katanya.

Kekecewaan Menimbulkan Kekerasan

Kekecewaan masyarakat adat Pulau Rempang memuncak pada 7 September. Mereka turun ke jalan memprotes tindakan pemerintah yang dibalas aparat dengan gas air mata. Sedikitnya 25 siswa yang berada di sekolah saat kejadian itu terjadi harus dilarikan ke rumah sakit karena sesak napas dan gangguan kesehatan lainnya.

Kericuhan berlanjut awal pekan ini di depan kantor BP Batam ketika warga 16 Kampung Adat Melayu Kuno memprotes pembangunan Rempang Eco City. Sejumlah orang yang melakukan aksi protes juga diamankan aparat keamanan.

“Saya berharap TNI-Polri tolong mendengarkan masyarakat. Jangan mendengarkan secara sepihak karena apa yang mereka lakukan terhadap masyarakat yang terjadi hari ini akan merusak konstitusi masing-masing. Kami rakyat. Fungsi dan tugas mereka menjaga keamanan bagaimana kita bisa nyaman Ini masalah “memperbaiki lahan masyarakat yang belum ada kejelasannya” kata Suardi.

Walhi: Proyek Rempang Eco City Sangat Bermasalah

Direktur Eksekutif Nasional WALHI Zenzi Suhadi mengatakan proyek Rempang Eco City merupakan PSN yang sangat bermasalah. Pasalnya, payung hukum tersebut baru disahkan pada 28 Agustus 2023.

Direktur Eksekutif Walhi, Zenzi Suhadi, dalam tangkapan layar.

Direktur Eksekutif Walhi, Zenzi Suhadi, dalam tangkapan layar.

“Kalau ada label PSN, hilanglah seluruh akal sehat penegak hukum dan pemerintah. Rakyat harus minggir dan proyek harus jalan terus. Baik merugikan atau menguntungkan negara, proyek harus jalan. Presiden Joko Widodo Harus mengevaluasi apakah seluruh PSN bermanfaat atau tidak bagi masyarakat,” ujarnya, Selasa (12/9).

Manajer Pengakuan Kawasan Pengelolaan Rakyat Eksekutif Nasional WALHI, Ferry Widodo mengatakan, Pulau Rempang yang menjadi sasaran investasi akan mengalami kerusakan lingkungan cukup parah. Apalagi, salah satu produsen kaca asal China menyatakan minatnya menjadi investor di Pulau Rempang.

“Pembangunan pabrik kaca di salah satu desa di Rempang. Mereka mengakui emisi yang dihasilkan dari pembuatan kaca. Ini di kawasan pantai yang akan merusak terumbu karang dan berpotensi untuk dilakukan reklamasi,” ujarnya kepada KILAT NUSANTARA.

Pembangunan kawasan ekonomi baru Rempang Eco City juga dinilai melanggar hak konstitusional masyarakat setempat. “Ketika masyarakat terpaksa meninggalkan tanah leluhurnya, mereka tidak hanya kehilangan ikatan sosial ekonomi, tetapi juga ikatan sosial antar sesama warga dengan tanah yang diwariskan nenek moyangnya,” kata Ferry.

Untuk itu, pemerintah, kata dia, harus mengkaji ulang kebijakan yang mendukung proses penggusuran demi keadilan bagi masyarakat adat setempat.

Kita tahu, mereka yang masuk PSN terkesan dipaksa melakukan pembangunan tanpa mempertimbangkan asal usul dan hak masyarakat. Banyak kebijakan yang melegalkan kejahatan terhadap kemanusiaan dilakukan oleh negara, kata Ferry.

Jokowi: Ini hanya masalah komunikasi yang buruk

Sementara itu, Presiden Joko Widodo menyebut kisruh di Pulau Rempang disebabkan buruknya komunikasi. Menurut dia, sudah ada kesepakatan masyarakat akan diberikan tanah seluas 500 meter dan bangunan tipe 45.

“Itu komunikasi yang kurang baik. Saya kira kalau warga diajak bicara dan diberi solusi karena memang ada kesepakatan warga akan diberikan tanah 500 meter plus bangunan tipe 45. Tapi itu tidak dikomunikasikan dengan baik sehingga terjadi permasalahan. .Besok atau lusa
Menteri Investasi Bahlil Lahadalia akan ke sana untuk memberikan penjelasan, ujarnya di Banten, Selasa (12/9). [aa/em]

Tinggalkan Balasan