Langkah Pemerintah Menstabilkan Harga Beras Tidak Efektif

Anggota Ombusdman RI Yeka Hendra Fatika mengkritisi sejumlah kebijakan yang diambil pemerintah dalam menyikapi kenaikan harga beras di pasaran saat ini.

Yeka mencontohkan, menurutnya kebijakan impor yang dilakukan pemerintah belum bisa menjamin ketersediaan stok beras bagi masyarakat. Perum Bulog saat ini memiliki cadangan beras pemerintah (CBP) sebesar 1,6 juta ton. Pemerintah juga menunggu beras impor sebanyak 400 ribu ton yang akan tiba di Indonesia paling lambat November mendatang.

Ombusdman mencatat, jumlah tersebut belum bisa dijamin mencukupi dan mengantisipasi kebutuhan konsumsi dalam negeri hingga awal tahun depan. Selain itu, kondisi El-Nino juga masih melanda. Sehingga belum ada kejelasan sikap pemerintah. Seharusnya ada jadilah keputusan mulai sekarang yang benar-benar bisa menenangkan kita agar tidak hanya bergantung pada penantian 400 ribu ton saja. “Kalau ini sudah selesai nanti bagaimana?” kata Yeka dalam telekonferensi pers di Jakarta, Senin ( 18/9).

Tinggalkan Hendra Fatika.

Tinggalkan Hendra Fatika.

Penyaluran bantuan pangan beras kepada 21,3 juta keluarga penerima manfaat (KPM) selama tiga bulan berturut-turut sebesar 640 ribu ton, kata Yeka, juga berpotensi tidak tepat sasaran. Hal ini, kata dia, disebabkan karena database yang digunakan belum sepenuhnya akurat dan terkini.

Operasi pasar yang dilakukan Badan Pangan Nasional (Bapanas) melalui Perum Bulog ke Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) melalui program stabilisasi persediaan dan harga pangan (SPHP) juga dinilai tidak efektif. Penyebabnya, terjadi kenaikan harga beras di tingkat konsumen dari Rp10.835 menjadi Rp10.900 per kilogram.

“Harus ada upaya yang lebih keras dan serius untuk mengantisipasi semua ini. Jadi jangan hanya ke Cipinang untuk operasi pasar, jika memungkinkan Bapanas mendorong Bulog untuk melakukan operasi langsung ke konsumen. Jangan lewat pasar,” imbuhnya.

Dalam kesempatan itu, Ombusdman mengidentifikasi tiga faktor utama penyebab lonjakan harga beras belakangan ini. Pertama, katanya terkait permasalahan iklim yang menyebabkan penurunan produksi beras; kedua, faktor hulu seperti luas lahan pertanian yang terus menyusut; dan ketiga, faktor hilir yang meliputi biaya komponen produksi yang terus meningkat.

Ombusdman RI juga mengusulkan tujuh alternatif kebijakan yang dapat dijadikan solusi jangka pendek pemerintah untuk mengurangi volatilitas kenaikan harga beras di pasar.

Pertama, kata Yeka, Bapanas menaikkan sementara Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk beras premium dan medium. Hal ini dilakukan untuk mengoptimalkan pasokan beras di pasar. Selanjutnya, pemerintah harus mengevaluasi dan memantau kebijakan tersebut secara berkala.

Kedua, lanjutnya, Bapanas sebaiknya mempertimbangkan penerapan HET gabah di tingkat penggilingan untuk mengendalikan harga gabah di tingkat petani.

Ketiga, mengupayakan terjalinnya kerja sama antara penggilingan kecil dan penggilingan besar guna menjamin ketersediaan gabah bagi penggilingan padi kecil, ujarnya.

Keempat, menurut Yeka, Perum Bulog harus bisa mengoptimalkan percepatan penerimaan impor beras dari berbagai negara untuk kepentingan penyediaan cadangan beras pemerintah. Kelima dan terakhir, kata dia, tata kelola impor harus tetap mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku dan mengedepankan prinsip tata kelola perusahaan yang baik (GCG).

“Selanjutnya, Perum Bulog perlu melakukan operasi pasar langsung dengan konsumen dan pemerintah serta aparat penegak hukum dengan mengedepankan asas ultimum remedium dalam pengawasan tata niaga beras karena dikhawatirkan penegakan hukum melalui hukum pidana dapat membuat pasokan tersebut menjadi tidak lancar. beras semakin langka di pasaran,” tegasnya.

Presiden Jokowi meninjau stok cadangan beras nasional di Gudang Perum Bulog Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (11/9) (Biro Sekretariat Presiden)

Presiden Jokowi meninjau stok cadangan beras nasional di Gudang Perum Bulog Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (11/9) (Biro Sekretariat Presiden)

Polemik beras yang berkepanjangan berpotensi menimbulkan dampak yang lebih serius, antara lain terganggunya pelayanan publik, inflasi, meningkatnya angka kemiskinan, terganggunya stabilitas sosial, dan stabilitas keamanan politik menjelang tahun pemilu 2024. Oleh karena itu, seriuslah menyikapi peningkatan tersebut. dalam harga beras, dan “satu suara dalam mengatasi masalah ini menentukan apa penyebab semua ini,” tegasnya.

Efek Psikologis

Menanggapi hal tersebut, Tenaga Ahli Utama Deputi III Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Erizal Jamal mengatakan, kenaikan harga beras di pasaran belakangan ini disebabkan berbagai macam pemberitaan di media massa yang memicu kepanikan di masyarakat.

“Ini adalah informasi dan kemudian data yang beredar yang membuat kita menganggapnya sebagai distorsi informasi harga yang menimbulkan keresahan di pasar. Di situlah menyebabkan pembelian, mungkin dalam jumlah besar, dilakukan oleh masyarakat dan semakin mendongkrak harga. ,” kata Erizal.

Menurut dia, berbagai langkah yang dilakukan pemerintah saat ini, seperti opsi kebijakan impor beras, operasi pasar, dan penyaluran bantuan pangan beras, diyakini mampu meredam fluktuasi harga beras di masa depan.

“Makanya pemerintah melalui berbagai mekanisme (mudah-mudahan) mampu meyakinkan masyarakat bahwa stok kita cukup. Hal ini dibuktikan dengan berbagai operasi pasar yang kita lakukan, dan juga di akhir September akan ada penggeledahan. untuk bantuan sosial selama tiga bulan, 10 kg untuk sekitar 21 juta rumah tangga. Kita berharap pola seperti ini bisa mempengaruhi pasar, karena stoknya ada, berasnya ada. “Dan kami yakin secara psikologis ini bisa mengurangi kenaikan harga saat ini,” jelasnya.

Terkait usulan HET beras untuk dihapus sementara, Erizal mengatakan hal tersebut tidak mudah untuk dilaksanakan. Penerapan HET beras selama ini dimaksudkan untuk memberikan arah dan sinyal kepada pasar agar dapat mengatur harga dengan lebih baik.

“Kalau saat ini harganya jauh di atas HET, bukan berarti HET harus kita hilangkan. Tapi perlu upaya sistematis untuk memastikan stok ada. Kalau kita asumsikan ini terkait dengan jumlah stok yang tersedia, dan juga ketersediaan beras di berbagai lini, itu yang perlu kita lakukan,” tutupnya. [gi/ab]

Tinggalkan Balasan