Meski 75 persen wilayah Indonesia berupa lautan, lengkap dengan 17.500 pulau dan garis pantai sepanjang 108 kilometer yang kekayaannya tiada batas, Indonesia belum banyak memanfaatkan potensi kelautan yang dimiliki. Padahal potensi produksi budidaya laut Indonesia mencapai lebih dari 50 juta per tahun. Jumlah ini belum termasuk 45 persen perdagangan barang dunia yang melintasi lautan Indonesia. Hal itu menjadi puncak acara “Marine Spatial Planning & Services Expo 2023” yang digelar di Jakarta, Selasa (19/9).
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan Indonesia berpotensi menjadi negara berpendapatan tinggi dalam beberapa tahun ke depan jika berhasil mengembangkan potensi maritimnya. Proporsi sektor ini dalam perekonomian Indonesia ditargetkan meningkat dua kali lipat paling lambat pada tahun 2045. Hal itu, lanjutnya, dapat dicapai melalui hilirisasi, digitalisasi, dekabornisasi, pendidikan, dana desa, dan konektivitas.
Salah satu produk unggulan kelautan yang bisa digarap adalah rumput laut yang hilirisasinya bisa menjadi Proyek Strategis Nasional.
“Rumput laut Ini akan kita jadikan proyek strategis nasional karena juga akan membantu permasalahan lingkungan hidup. Dan juga akan memberi kontribusi, bisa plastik, bisa pupuk organik, bisa juga biodiesel. Banyak hal yang bisa dan juga menyerap emisi karbon, kata Luhut.
Pusat Peradaban Maritim Dunia
Lebih lanjut, Luhut berharap Indonesia bisa menjadi pusat peradaban maritim dunia. Dan untuk mewujudkan visi tersebut, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2025-2026 ditargetkan mencapai enam persen.
“Jika saat ini pertumbuhan ekonomi kita masih lima persen, dengan kompleksitas ekonomi dan industri hilir kita, kita berharap pada tahun 2025-206 kita mampu tumbuh enam persen.”
Untuk mewujudkan kedaulatan dan kejayaan maritim, perlu adanya rencana tata ruang nasional terpadu yang berwawasan kepulauan. “Dengan mengoptimalkan potensi sumber daya maritim, menjadi poros penting pelayaran dunia, jalur utama telekomunikasi nasional dan global, pusat karbon biru dan energi terbarukan dari laut menjadi aspek penting dalam mewujudkan kedaulatan dan kejayaan maritim Indonesia,” imbuhnya. .
Kemajuan yang Berarti
Direktur Program Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) Muhammad Imran Amin menjelaskan, dalam 25 tahun terakhir pemerintahan mulai berubah. Sebelumnya, laut hanya dianggap sebagai tempat pembuangan sampah. Kemudian, sejak awal tahun 1990-an, pemerintah mulai membentuk Departemen Eksplorasi Kelautan. Hal ini menunjukkan bahwa setidaknya Indonesia sudah mulai melihat pentingnya pengelolaan laut yang terencana.
Indonesia juga mengesahkan undang-undang pertama yang mengakomodasi aspek sosial dan ekonomi sebagai pilar penting dalam perencanaan pembangunan pada tahun 2007.
Meski begitu, Imran Amin menilai masih ada ego sektoral. Namun perlu adanya keterpaduan antara perencanaan ruang darat dan ruang laut.
“Sangat mungkin (ada keterhubungan antara tata ruang darat dan tata ruang laut), namun dalam implementasinya banyak pihak hanya melihat pemerintah daerah menyelesaikan kombinasi tata ruang, hanya lepas tanggung jawab atas perintah undang-undang. Kalau tidak segera buat peraturan tata ruang daerah terpadu, pemerintah pusatlah yang menentukan tata ruang daerah,” ujarnya.
“Yang terjadi di lapangan saat ini, sebagian pemerintah daerah belum melihat adanya keterhubungan antara penataan ruang daratan dan penataan ruang laut,” imbuhnya. [fw/em]