Mahkamah Konstitusi akan membentuk Dewan Kehormatan Mahkamah Konstitusi

Mahkamah Konstitusi, Senin (23/10) menyatakan akan membentuk Dewan Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK). Hal ini untuk menindaklanjuti laporan dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim dalam memutus uji materiil UU Pemilu mengenai batasan usia minimal calon presiden dan wakil presiden minimal 40 tahun atau yang sudah/sedang saat ini memangku jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum, termasuk pemilihan kepala daerah.

Juru Bicara Perkara MK, Enny Nurbaningsih, dalam jumpa pers di Gedung MK, mengatakan hingga saat ini sudah ada tujuh laporan yang masuk ke lembaga tersebut terkait dugaan kode etik dan pedoman perilaku hakim yang dilakukan hakim konstitusi.

Pengaduannya beragam, mulai dari melaporkan Ketua Hakim Konstitusi Anwar Usman dan memintanya mundur, ada yang melaporkan seluruh hakim konstitusi, ada pula yang melaporkan hakim yang berbeda pendapat. (pendapat berbeda)dan keluhan yang mendesak segera dibentuknya MKMK.

“Karena hakim MK yang berjumlah sembilan orang hakim tidak bisa memutus, khususnya terkait persoalan dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim, maka kami telah mengadakan rapat pembahasan hakim untuk segera membentuk Dewan Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK). ,” kata Enny.

Dewan Kehormatan tersebut, sambung Enny, akan beranggotakan mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie dan Bintan R. Saragih yang merupakan anggota Dewan Etik MK periode 2017-2020, serta hakim konstitusi paling senior Wahiduddin Adams. Surat putusan ketiga ditandatangani Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman.

Berdasarkan Pasal 27A Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang MK, keanggotaan MKMK terdiri atas tokoh masyarakat, akademisi, dan hakim aktif. Jimly mewakili tokoh masyarakat, Bintan mewakili akademisi, dan Wahiduddin Adams mewakili hakim aktif – sebagaimana diatur dalam beleid tersebut. Mereka akan mengusut dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim.

Diduga Langgar Kode Etik, Sejumlah Pihak Ajukan Laporan

Denny Indrayana menjadi salah satu orang yang menyampaikan laporan yang meminta Mahkamah Konstitusi memproses etik Ketua Hakim Anwar Usman terkait dugaan benturan kepentingan dalam penanganan gugatan pengujian usia calon presiden dan wakil presiden. Gerakan Advokat Nusantara, Tim Pembela Demokrasi Indonesia, dan Persatuan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) adalah beberapa lembaga lain yang juga turut melaporkan.

Sebelumnya, Anwar Usman dan sejumlah hakim konstitusi lainnya dilaporkan diduga melanggar kode etik karena dianggap membuka jalan bagi Wali Kota Solo Gibran Rakabuming untuk maju sebagai calon wakil presiden pada Pilpres 2024. Gibran merupakan putra Presiden Joko Widodo dan juga keponakan Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman.

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman memimpin sidang putusan Mahkamah Konstitusi tentang batasan usia maksimal calon presiden pada Senin (23/10) di Jakarta.  (KILAT NUSANTARA/Indra Yoga)

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman memimpin sidang putusan Mahkamah Konstitusi tentang batasan usia maksimal calon presiden pada Senin (23/10) di Jakarta. (KILAT NUSANTARA/Indra Yoga)

Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman membantah terlibat konflik kepentingan dalam memutus pengujian materiil UU Pemilu tentang batasan usia minimal calon presiden dan wakil presiden minimal 40 tahun atau memiliki/ saat ini menduduki jabatan-jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum, termasuk pemilihan kepala daerah yang pada akhirnya membuka jalan bagi Gibran sebagai calon wakil presiden Prabowo. .

Anwar menjelaskan, selama 38 tahun berkarir sebagai hakim, ia selalu menjunjung tinggi amanat konstitusi, konstitusi, dan amanat Alquran.

“Putusan Irah-irah (Mahkamah Konstitusi juga mengatakan) ‘Demi keadilan berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa’. Jadi putusan itu selain untuk mempertanggungjawabkan bangsa, negara, masyarakat, tapi yang terpenting adalah tanggung jawab kepada Allah SWT.Itulah yang saya lakukan alhamdulillah sampai hari ini, tegasnya.

Anggota MKMK Diharapkan “Hadir” Mengungkap Dugaan Pelanggaran

Direktur Eksekutif Pusat Kajian Konstitusi Universitas Andalas Padang, Charles Simabura, berharap orang-orang yang terpilih duduk di Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi benar-benar “hadir” untuk mengungkap kasus ini dan memperjelas substansi dan substansinya. sifat formal dari keputusan tersebut.

“Saya rasa ini merupakan tantangan tersendiri. Kami tidak bisa hanya meningkatkan kesadaran pada profil. “Saya kira mereka punya kredibilitas, tapi kemudian keputusannya lebih pada keputusan yang menyenangkan semua pihak, menurut saya itu juga tidak baik,” tegas Charles.

Ia menambahkan, peran MKMK akan menjadi tolak ukur dalam memulihkan kredibilitas masyarakat terhadap MK. [fw/em]

Tinggalkan Balasan