Bisa Kurangi Emisi, Berikut Penjelasan Mekanisme Perdagangan Karbon

Pada 23 Agustus kemudian, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan Peraturan OJK Nomor 14 Tahun 2023 tentang Perdagangan Karbon Melalui Pertukaran Karbon (POJK Carbon Exchange) yang disusul dengan penerbitan Surat Edaran (SE) Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor 12/SEOJK.04/2023 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Perdagangan Karbon Melalui Pertukaran Karbon pada 6 September.

Kedua regulasi yang ditunggu-tunggu pasar ini akan menjadi pedoman perdagangan karbon melalui bursa seperti surat berharga lainnya, seperti saham atau futures. Hal ini tidak lepas dari rencana Pemerintah Indonesia yang akan menggelar perdagangan karbon untuk mencapai target penurunan emisi gas rumah kaca.

Tapi apa sih apa sebenarnya perdagangan karbon itu? Bagaimana perdagangan karbon dapat membantu mengurangi emisi? Yuk simak penjelasannya berikut ini.

Apa itu perdagangan karbon?

Perdagangan karbon adalah jual beli sertifikasi atau izin untuk menghasilkan karbon dioksida atau emisi CO2 jumlah tertentu. Sertifikasi atau izin pelepasan karbon disebut juga kredit karbon (kredit karbon) atau kuota emisi karbon (uang saku). Satu kredit karbon setara dengan pengurangan atau pengurangan emisi sebanyak satu ton CO2. emisi CO2 dihasilkan antara lain dari pembakaran bahan bakar fosil (batubara, gas, dan minyak), pembakaran hutan, dan penguraian sampah organik.

Mekanisme perdagangan karbon merupakan salah satu dari tiga cara penurunan emisi yang ditetapkan dalam perjanjian iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Protokol Kyoto, pada 11 Desember 1997.

Tidak, siapa pembeli dan penjual kredit karbon? Pembeli kredit karbon atau uang saku adalah suatu industri, negara atau perusahaan yang menghasilkan emisi karbon dalam jumlah besar karena menggunakan bahan bakar fosil atau mengkonsumsi energi dalam jumlah besar. Misalnya pabrik baja, pembangkit listrik tenaga batu bara (PLTU) atau pembangkit listrik berbahan bakar gas, pusat data (Pusat Data) dan sektor transportasi.

Ups, terjadi kesalahan teknis. URL ini telah dikirim ke tim dukungan teknis kami untuk diselidiki. Maaf untuk ketidaknyamanannya.

Silakan gunakan fitur Pencarian untuk mencari lokasi lainnya

Penjual kredit karbon adalah perusahaan atau negara yang kegiatannya mampu menyerap emisi CO2 atau yang aktivitasnya menghasilkan CO sangat sedikit2. Contohnya adalah perusahaan konservasi hutan; pembangkit energi terbarukan – PLTS pembangkit listrik tenaga surya, pembangkit listrik tenaga angin (PLTB), atau kegiatan pengolahan sampah organik.

Kredit karbon tidak dapat segera diperdagangkan. Kredit karbon yang diperdagangkan harus disertifikasi oleh lembaga sertifikasi internasional, seperti Verra dan Gold Standard.

Riza Suarga, Ketua Asosiasi Perdagangan Karbon Indonesia (APERKARIA), menjelaskan tujuan sertifikasi adalah untuk memastikan penjual kredit karbon berkomitmen mengurangi emisi dari penjualan. Misalnya, perusahaan konservasi hutan tidak menggunakan dana hasil penjualan kredit karbon untuk mengubah lahan hutan menjadi perkebunan kelapa sawit yang justru menghasilkan emisi CO.2.

“Tanpa sertifikasi, (kredit karbon) tidak bisa dijual karena barangnya tidak terlihat. Yang menjual adalah kemampuan penyerapan karbonnya. “Harga kredit karbon akan menarik jika proyek tersebut memiliki integritas yang tinggi, pengawasan yang jelas, dan tidak hoax,” jelas Riza.

Bagaimana kredit karbon diperdagangkan?

Kredit karbon diperdagangkan di pasar sukarela (pasar karbon sukarela) dan pasar wajib (pasar karbon wajib).

Perdagangan di pasar karbon sukarela tidak diatur oleh pemerintah. Di pasar sukarela, penghasil emisi mengkompensasi CO2 dihasilkan dengan membeli kredit karbon dari proyek yang ditargetkan untuk mengurangi atau menghilangkan emisi CO2. Transaksi terjadi secara langsung antara pembeli dan penjual atau melalui perantara (makelar).

Salah satu contohnya adalah Pertamina Patra Niaga yang bergerak di bidang distribusi bahan bakar minyak membeli kredit karbon dari Pertamina New Renewable Energy (Pertamina NRE) sebesar 1,8 juta ton setara emisi karbon selama satu tahun. Kredit karbon akan menyeimbangkan emisi karbon dioksida2 diproduksi olehPertamina Niaga. Sumber kredit karbon adalah pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) Lahendong di Sulawesi Utara yang dikelola oleh Pertamina NRE.

Provinsi Kalimantan Timur juga berhasil meraup $110 juta dalam bentuk insentif pengurangan karbon dari Bank Dunia untuk pengurangan karbon sebesar 30 juta CO setara2 .

Sebaliknya di pasar karbon wajib atau yang disebut dengan Sistem Perdagangan Emisi (STD) atau “sistem cap-and-trade“, pihak berwenang menetapkan batasan emisi karbon yang dihasilkan oleh setiap peserta ETS. Batasan ini akan dikurangi setiap tahunnya dan diberikan dalam bentuk alokasi kuota emisi.

Asap mengepul akibat kebakaran hutan di Kubu Raya, dekat Pontianak, Kalimantan Barat, 25 Agustus 2016. (Foto: Jessica Helena Wuysang/Antara via Reuters)

Asap mengepul akibat kebakaran hutan di Kubu Raya, dekat Pontianak, Kalimantan Barat, 25 Agustus 2016. (Foto: Jessica Helena Wuysang/Antara via Reuters)

Jika harga pasar karbon belum ditetapkan, pemerintah dapat menentukan harga karbon dengan menetapkan harga dasar (harga Lantai) atau mengadakan lelang.

Dikutip dari Indonesia Commodity Derivative Exchange (ICDX), kuota emisi ditetapkan di awal periode, biasanya setiap tahun. Pelaku pasar karbon wajib melaporkan emisinya secara berkala kepada lembaga yang ditunjuk.

Di akhir periode, peserta yang melampaui batas emisi dapat membeli tambahan kuota dari peserta lain yang kelebihan kuota karena menghasilkan emisi yang lebih sedikit. Jika tidak membeli kuota tambahan, peserta dengan emisi karbon tinggi harus membayar denda.

Secara sederhana, cara kerja ETS adalah sebagai berikut: pemerintah menetapkan jumlah total emisi CO2 diterbitkan oleh peserta pasar karbon wajib yang berjumlah 5 unit.

Perusahaan yang dapat menghasilkan emisi lebih sedikit dari batas total emisi dapat menjual kelebihan kuota tersebut kepada perusahaan yang tidak dapat mengurangi emisi.

Saat ini, Sistem Perdagangan Emisi Uni Eropa (EU ETS) merupakan pasar karbon wajib dan tetap menjadi yang terbesar di dunia.

Semua tentang perdagangan karbon

Semua tentang perdagangan karbon

Sejauh mana perkembangan pasar karbon di dunia?

Menurut Bank Dunia di laporan “Keadaan dan Tren Penetapan Harga Karbon 2023” yang dirilis pada 23 Mei, saat ini hampir seperempat emisi gas rumah kaca global atau 23 persennya tercakup dalam 73 instrumen pengurangan karbon, baik dalam bentuk ETS maupun pajak karbon. Cakupan tersebut meningkat dari 7 persen pada satu dekade lalu ketika Bank Dunia meluncurkan laporan tersebut.

Bank Dunia mencatat pendapatan dari pajak karbon dan ETS secara global akan mencapai titik tertinggi sepanjang masa pada tahun 2022, yaitu $95 miliar. Tahun ini, sejumlah negara, antara lain Australia, Indonesia, Malaysia, dan Vietnam dijadwalkan memulai pasar karbon dengan sistem ETS.

Bagaimana perkembangan pertukaran karbon di Indonesia?

Saat ini, sejumlah perusahaan sudah melakukan perdagangan karbon secara sukarela. Indonesia bersiap memulai pasar karbon wajib untuk memenuhi amanat Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penerapan Nilai Ekonomi Karbon.

OJK baru-baru ini telah menerbitkan dua peraturan penting dalam penyelenggaraan pertukaran karbon, yakni POJK Carbon Exchange Nomor 14 Tahun 2023 dan Surat Edaran (SE) Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor 12/SEOJK.04/2023 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Perdagangan Karbon Melalui Pertukaran Karbon.

Dengan diluncurkannya kedua peraturan tersebut, pelaku pasar yang berminat dapat mengajukan permohonan menjadi penyelenggara pertukaran karbon. Sejauh ini, dikutip dari senang, Baru Bursa Efek Indonesia (BEI) yang sudah mengajukan permohonan resmi menjadi penyelenggara pertukaran karbon.

Lalu siapa saja peserta pertukaran lainnya? Dalam webinar mengenai ekonomi hijau pada awal Juni lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan bahwa perdagangan karbon adalah sebuah sistem ETS dilakukan secara bertahap, dimulai dari sektor pembangkitan tenaga listrik.

Sebelumnya pada bulan Februari, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencanangkan perdagangan karbon wajib bagi pembangkit listrik tenaga batu bara (PLTU). Terdapat 99 unit PLTU atau 42 perusahaan yang akan ikut serta dalam perdagangan dengan total kapasitas terpasang 33.569 MW.

Apakah perdagangan karbon efektif dalam mengurangi emisi?

Adhityani Putri, Direktur Eksekutif Yayasan Cerah Indonesia, mengatakan skema perdagangan karbon dapat memotivasi perusahaan/entitas proyek ramah lingkungan untuk mengurangi emisi karbon sehingga dapat menjual lebih banyak kredit karbon. Sebaliknya, para penghasil emisi juga termotivasi untuk beralih ke energi atau teknologi ramah lingkungan untuk mengurangi pembelian kredit karbon

Ups, terjadi kesalahan teknis. URL ini telah dikirim ke tim dukungan teknis kami untuk diselidiki. Maaf untuk ketidaknyamanannya.

Silakan gunakan fitur Pencarian untuk mencari lokasi lainnya

Menurut laporan iklim Uni Eropa akan dirilis pada Desember 2022sektor-sektor yang tercakup dalam EU ETS telah berhasil mengurangi emisi karbon sebesar 34,6% sejak pasar karbon Uni Eropa diluncurkan pada tahun 2005.

Senada, Riza Suarga dari Asosiasi Perdagangan Karbon Indonesia (APERKARIA) mengatakan perdagangan karbon dapat mengubah cara berpikir dan budaya perusahaan untuk menjalankan ekonomi hijau.

“Dengan membeli kredit karbon, perusahaan dapat melakukan sesuatu yang baik untuk melestarikan lingkungan dan melestarikan hutan. Jadi, mendorong perusahaan untuk berusaha lebih baik. “Misalnya tahun depan dia berusaha menurunkan emisi agar tidak terlalu banyak membeli kredit karbon,” kata Riza. [ft/dw]

Tinggalkan Balasan