DPR dan Pemerintah Sepakat Mengesahkan RUU Pelarangan Senjata Nuklir Menjadi Undang-undang

Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang membidangi masalah pertahanan dan luar negeri pada Senin (2/10) menyetujui RUU tentang Pengesahan RUU tersebut. Perjanjian Larangan Senjata Nuklir (perjanjian pelarangan senjata nuklir) dibawa ke sidang paripurna untuk disahkan menjadi undang-undang.

Dalam rapat kerja dengan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi serta perwakilan Kementerian Pertahanan dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Wakil Ketua Komisi I Utut Adianto mengatakan “dengan selesainya pembahasan RUU Pengesahan Traktat Larangan Senjata Nuklir, dan setelah mendengar pendapat akhir dari fraksi mini dan pendapat akhir pemerintah, dapatkah kita menyepakati RUU Pengesahan Perjanjian Pelarangan Senjata Nuklir untuk kemudian dibawa ke pembahasan tingkat kedua pada sidang sidang paripurna untuk disetujui sebagai undang-undang?”

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menghadiri pertemuan dengan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken pada Pertemuan Menteri Luar Negeri G20 di Nusa Dua, Bali pada 8 Juli 2022. (Foto: AFP/Stefani Reynolds)

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menghadiri pertemuan dengan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken pada Pertemuan Menteri Luar Negeri G20 di Nusa Dua, Bali pada 8 Juli 2022. (Foto: AFP/Stefani Reynolds)

Dalam kesempatan itu, Anggota Fraksi Partai Demokrat Syarifuddin Hasan mengatakan RUU Perjanjian Pelarangan Senjata Nuklir sangat penting bagi Indonesia karena memberikan landasan hukum yang kuat dalam mengatur pengembangan, penyimpanan, dan pemanfaatan nuklir secara efektif. senjata.

Menyikapi hal tersebut, Fraksi Partai Demokrat memahami bahwa RUU Pengesahan Perjanjian Pelarangan Senjata Nuklir sangat penting untuk mewajibkan komitmen bangsa Indonesia terhadap perdamaian global, ujarnya.

Orang-orang menghadiri apa yang dilaporkan media pemerintah Korea Utara sebagai upacara peluncuran kapal selam serangan nuklir taktis baru, di Korea Utara, 8 September 2023. (Foto: KCNA via REUTERS)

Orang-orang menghadiri apa yang dilaporkan media pemerintah Korea Utara sebagai upacara peluncuran kapal selam serangan nuklir taktis baru, di Korea Utara, 8 September 2023. (Foto: KCNA via REUTERS)

Dalam pandangan terakhir pemerintah yang disampaikan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, hingga 19 September, 93 dari 193 negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), termasuk Indonesia, telah menandatangani Perjanjian Pelarangan Senjata Nuklir. Dari jumlah tersebut, 69 negara telah meratifikasi perjanjian tersebut. Retno menambahkan, langkah ini merupakan wujud nyata kontribusi Indonesia dalam menciptakan dunia yang lebih damai, stabil, dan bebas senjata nuklir.

Harapan kami, pengesahan RUU tersebut akan memperkuat komitmen Indonesia dalam memperjuangkan dan memelihara keamanan dan perdamaian internasional sesuai amanat konstitusi, UUD 1945, kata Retno.

Pemerintah selanjutnya meminta dukungan dan kerja sama DPR agar RUU tersebut dapat dilanjutkan ke tahap berikutnya, yakni dibahas dalam rapat paripurna. Retno menegaskan, Asia Tenggara yang selama ini masih belum aman karena masih adanya negara-negara yang memiliki senjata pemusnah massal, harus terus dipertahankan sebagai kawasan bebas senjata nuklir.

Perjanjian Pelarangan Senjata Nuklir (TPNW) mulai berlaku pada tanggal 22 Januari 2021. Perjanjian internasional ini melarang negara-negara yang menandatangani perjanjian tersebut untuk mengembangkan, menguji, memproduksi, memperoleh, memiliki, menyimpan, menggunakan atau mengancam akan menggunakan senjata nuklir.

Dari 69 negara yang meratifikasi Perjanjian Pelarangan Senjata Nuklir, terdapat enam negara anggota ASEAN, yaitu Kamboja, Laos, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam. Sementara Indonesia, Singapura, Brunei Darussalam, dan Myanmar belum meratifikasinya.

Dalam pertemuan dengan sejumlah negara di sela-sela Sidang Umum PBB beberapa waktu lalu, Indonesia terus mendorong negara-negara untuk meratifikasi Perjanjian Larangan Uji Coba Nuklir Komprehensif. Selain itu, Indonesia juga berupaya agar negara-negara pemilik senjata nuklir dapat mengakses Zona Bebas Nuklir Asia Tenggara (SEANWFZ).

Perjanjian Larangan Uji Coba Nuklir Komprehensif (CTBT) adalah perjanjian multilateral yang melarang ledakan uji coba senjata nuklir dan ledakan nuklir lainnya, baik untuk tujuan sipil maupun lingkungan. Perjanjian ini diadopsi oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 10 September 1996, namun belum berlaku karena delapan negara tertentu belum meratifikasi perjanjian tersebut.

Kedelapan negara yang dimaksud adalah China, Amerika Serikat, Pakistan, India, Israel, Korea Utara, Iran, dan Mesir. Tujuh negara yang belum meratifikasinya adalah negara pemilik senjata nuklir. [fw/em]

Tinggalkan Balasan