Wakil Ketua Sekretariat Komite Nasional 10th World Water Forum (WWF), Endra S. Atmawidjaja menjelaskan, forum tersebut membuka peluang untuk mempercepat pencapaian tujuan 6 dalam tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs), yaitu menjamin ketersediaan dan pengelolaan air bersih dan sanitasi yang berkelanjutan. untuk semua pada tahun 2030.
“Indonesia misalnya, tahun 2024 akses air minum hanya 90 persen. Kita masih defisit 10 persen hingga 6 tahun ke depan. Perlu langkah percepatan. Kemudian di bidang sanitasi juga sama. Saat ini kita masih di angka 80 persen. “Jadi masih ada 20 persen pekerjaan rumah (PR) untuk memenuhi akses sanitasi yang layak,” kata Atmawidjaja dalam diskusi bertajuk Kolaborasi Global untuk Mengantisipasi Dampak Krisis Air Perubahan Iklim yang diselenggarakan oleh The National Interest. Forum Merdeka Barat 9, Senin (16/10).
Tambahkan fasilitas penyimpanan air
Menurut Atmawidjaja, pemenuhan akses terhadap air bersih dan sanitasi dihadapkan pada tantangan nyata perubahan iklim. Hujan dengan intensitas tinggi dan durasi singkat dapat menyebabkan banjir, sedangkan pada musim kemarau kekeringan dapat berlangsung lama sehingga mengancam ketahanan pangan.
Artinya, perlu menambah tandon air yang digunakan untuk menyuplai air pada musim kemarau. Sekaligus pada musim hujan bisa menampung kelebihan debit akibat hujan ekstrem, kata Atmawidjaja yang juga juru bicara Kementerian Pertanian. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Ia menjelaskan, dari 61 bendungan besar yang diprogram, 36 di antaranya telah selesai dibangun. Sebanyak 10 bendungan diharapkan selesai pada tahun 2023 dan 15 bendungan sisanya akan selesai pada tahun 2024.
“Contohnya di NTT, seperti kita ketahui, prasyarat utama kesejahteraan masyarakat adalah ketersediaan air. Tanpa air yang cukup, tanpa air yang baik, tersedia terus-menerus, saya kira akan sulit bagi daerah atau provinsi yang sangat miskin. sensitif terhadap persoalan air ini. Apalagi faktor perubahan iklim ditambah, jelas Atmawidjaja.
Kerentanan Stok Pangan Dunia
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengatakan perubahan iklim dapat menyebabkan frekuensi kejadian bencana melonjak beberapa kali lipat, dengan durasi lebih lama dan intensitas lebih kuat.
Berdasarkan data global, suhu udara permukaan mengalami peningkatan sebesar 1,2 derajat Celcius sejak revolusi industri sekitar tahun 1850 – 1900. Sejak tahun 1979, peningkatan suhu terus meningkat dengan rata-rata kenaikan sebesar 0,3 derajat setiap 10 tahun.
Namun menurut data global dan beberapa diskusi para ahli dunia dan Indonesia, saat ini dikhawatirkan tidak butuh waktu 10 tahun untuk meningkat sebesar 0,3, bisa lebih cepat, jadi di Indonesia sendiri kita prediksi di akhir tahun. abad 21 kenaikannya bisa mencapai 3,5 derajat Celcius,” jelas Dwikorita.
Menurut Dwikorita, perubahan iklim akan memberikan tekanan pada wilayah yang sumber airnya sudah langka. Berkurangnya ketersediaan air menyebabkan meningkatnya kerentanan cadangan pangan dunia. Organisasi Pangan dan Pertanian (Organisasi Pangan dan Pertanian(FAO) memperkirakan bahwa sekitar 500 juta petani skala kecil, yang menghasilkan 80 persen sumber pangan dunia, adalah kelompok yang paling rentan terhadap perubahan iklim.
Menyeimbangkan Ketersediaan dan Permintaan Air
Yoon-Jin Kim, selaku Direktur Asia Pacific & 10th World Water Forum mengatakan, sangat penting untuk mendorong kerja sama berbagai pemangku kepentingan dari berbagai negara melalui World Water Forum untuk menyeimbangkan ketersediaan air dan kebutuhan air setiap orang di dunia.
“Dan sekali lagi penting bagi kita untuk menjaga keseimbangan ketersediaan air di perdesaan dan juga perkotaan.” Kemudian isu ketahanan pangan juga menjadi salah satu topik yang akan kita bahas, karena ini akan menjadi salah satu topik yang akan kita bahas. dampak krisis air,” jelas Yoon-Jin Kim.
Menurut Yoon-Jin Kim, perubahan iklim membuat penanganan krisis air semakin sulit dan memerlukan kerja sama dari berbagai pihak pemangku kepentingan terkait.
World Water Forum ke-10 akan diselenggarakan di Bali pada 18-24 Mei 2024. Forum tersebut akan dihadiri oleh kepala negara, menteri, 10 ribu delegasi, dan 30 ribu peserta dari 172 negara. World Water Forum merupakan forum global yang diadakan setiap tiga tahun sekali untuk membahas permasalahan air dan mencari solusi permasalahan air di dunia. [yl/ft]