MIKTA Menyerukan Perdamaian di Gaza

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Puan Maharani mengatakan, pada rapat Konsultasi Ketua MIKTA ke-9 dibahas konflik Israel-Hamas dan juga konflik Rusia-Ukraina.

Terkait konflik Israel-Hamas, MIKTA menyerukan gencatan senjata sesegera mungkin dan mendorong penyelesaian konflik secara damai. Dalam diskusi tersebut, kata Puan, terdapat beberapa perbedaan pendapat antar negara anggota MIKTA.

Dijelaskannya, ada pihak yang mendorong gencatan senjata segera agar perdamaian cepat terjalin, ada pula pendapat yang menyatakan bahwa perdamaian hanya bisa dicapai melalui dialog, meski memakan waktu lama.

Ketua DPR Puan Maharani di Jakarta pada 18 Oktober 2023. (Foto: AFP)

Ketua DPR Puan Maharani di Jakarta pada 18 Oktober 2023. (Foto: AFP)

“Tetapi yang penting sekarang adalah pendudukan Israel di Palestina harus dihentikan. Tentu bukan hal yang mudah, sulit di lapangan. Namun kita berdua berkomitmen untuk bersama-sama mendorong perdamaian tidak hanya di Palestina, bukan di Gaza, tapi juga di Ukraina dan tentunya di negara lain, agar tidak terjadi hal-hal seperti yang terjadi sekarang, maksudnya yang terjadi di Gaza. dan Ukraina,” kata Puan.

Dalam kesempatan tersebut, negara-negara MIKTA juga sepakat bahwa tata kelola sistem multilateral global saat ini sudah tidak lagi sejalan dengan realitas abad ke-21. Oleh karena itu, kata Puan, sistem tersebut harus segera diganti. MIKTA kedepannya diharapkan mampu memfasilitasi dan menjembatani dialog antara negara-negara kekuatan besar, negara maju dan negara berkembang.

“Apa yang terjadi di Gaza, Palestina dan kemudian apa yang terjadi di Ukraina, Dewan Keamanan PBB belum bisa secara konkrit mengimplementasikan atau membujuk kondisi yang ada di sana. “Karena mungkin untuk itulah kita perlu menata ulang sistemnya, sehingga aturan yang ada di DK PBB harus segera direvisi sesuai dengan sistem pemerintahan abad 21,” jelas Puan.

Tim penyelamat Palestina mengevakuasi seorang wanita terluka yang ditemukan di bawah reruntuhan rumah yang hancur menyusul serangan udara Israel di kamp pengungsi Khan Younis, selatan Jalur Gaza, 18 November 2023. (Foto: AP)

Tim penyelamat Palestina mengevakuasi seorang wanita terluka yang ditemukan di bawah reruntuhan rumah yang hancur menyusul serangan udara Israel di kamp pengungsi Khan Younis, selatan Jalur Gaza, 18 November 2023. (Foto: AP)

Pengaruh Negara-negara Kekuatan Menengah

Pengamat Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran (Unpad) Rizky Ramadhan mengatakan, negara-negara middle power sebenarnya bisa memiliki peran strategis dalam upaya membantu penyelesaian konflik Israel-Palestina, baik secara multilateral maupun bilateral.

“Dari yang saya lihat, yang bisa dilakukan oleh negara-negara MIKTA adalah dengan menggunakan dua arah, ada yang dilakukan secara multilateral dan bilateral oleh negaranya sendiri. Saya yakin negara-negara tersebut ada yang mempunyai hubungan bilateral dengan Israel. Jadi dia bisa-dorongan “Tidak hanya di forum-forum saja, tapi juga bertindak dan bergerak dari negara-negara itu sendiri jika berkomitmen mencari solusi atas permasalahan Israel dan Palestina,” kata Rizky.

Menurutnya, sejauh ini belum ada tindakan tegas dari negara-negara MIKTA yang memiliki hubungan bilateral dengan Israel karena masih terbelenggu oleh kepentingan nasional masing-masing.

Rizky meyakini negara-negara anggota MIKTA dapat memberikan dampak yang signifikan dalam upaya menciptakan perdamaian dari berbagai konflik yang ada saat ini.

“Ke depan saya lihat memang akan ada efeknya. Karena saya yakin mungkin banyak dari kita yang belum melihatnya. Saya yakin untuk Israel sendiri negaranya kekuatan menengah Ini adalah mitra strategis mereka. Di sana, negara-negara tersebut juga harus bisa mendorong perdamaian antara Israel dan Palestina, ujarnya.

Ia pun mengamini pernyataan MIKTA yang menyatakan bahwa tata kelola global sistem multilateral harus segera diubah, khususnya terkait Dewan Keamanan PBB.

“Saya mengikuti seruan reformasi Dewan Keamanan PBB sejak tahun 2001, baik dari segi jumlah maupun komposisi wakilnya. Lalu ada hak dan kewajibannya, dalam hal ini hak veto, karena sudah tidak tepat lagi,” ujarnya. dikatakan.

“Kalau ada masalah seperti Israel-Palestina, kita punya solusi yang baik, kita hampir mengambil keputusan, veto terus gagal. Diusulkan lagi, ada alternatif lain, veto gagal, selalu seperti itu. Dalam hal keterwakilan yang tidak adil, Asia hanya memiliki sedikit anggota di Dewan Keamanan PBB. Jadi jika… undang-undang itu mungkin. “Dan saya yakin akan terjadi pertumpahan darah karena negara-negara besar, negara pendiri dan negara-negara yang selama ini mempunyai hak veto akan berusaha menggagalkannya karena menyadari itu adalah hak yang sangat istimewa,” lanjutnya. [gi/ab]

Tinggalkan Balasan