Pemerintah Meluncurkan Rencana Investasi Energi Terbarukan senilai $20 Miliar

Pemerintah pada hari Selasa mengumumkan rencana investasi untuk memobilisasi pendanaan sebesar $20 miliar yang dijanjikan oleh pemberi pinjaman global yang dipimpin oleh Amerika Serikat dan Jepang untuk mempercepat dekarbonisasi sektor listrik. Indonesia juga menyerukan pencairan dana tersebut secepatnya.

Berdasarkan perjanjian yang disebut Kemitraan Transisi Energi yang Adil (JETP), Indonesia akan berupaya mengurangi emisi karbon dioksida hingga 250 juta ton untuk sektor ketenagalistrikan di jaringan pada tahun 2030.

Proposal investasi yang dikenal dengan nama Rencana Investasi dan Kebijakan Komprehensif (CIPP) tersebut secara resmi diumumkan setelah melalui masa konsultasi publik setelah rancangan tersebut diterbitkan awal bulan ini.

Indonesia, salah satu penghasil emisi gas rumah kaca terbesar di dunia, berencana meningkatkan penggunaan energi terbarukan di pembangkit listriknya menjadi 44% pada tahun 2030 dari sekitar 12% pada tahun 2022.

Seorang warga sekitar sedang mengendarai sepeda motor di jalan dekat unit pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) milik PT.  Geo Dipa Energi (Persero) di kawasan pegunungan Dieng Banjarnegara, Jawa Tengah, 15 November 2020. (Foto: REUTERS/Willy Kurniawan)

Seorang warga sekitar sedang mengendarai sepeda motor di jalan dekat unit pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) milik PT. Geo Dipa Energi (Persero) di kawasan pegunungan Dieng Banjarnegara, Jawa Tengah, 15 November 2020. (Foto: REUTERS/Willy Kurniawan)

“Kita harus bergerak cepat karena tahun 2030 tinggal kurang dari tujuh tahun lagi. Kemitraan ini harus ditingkatkan dan dipercepat untuk melaksanakan proyek-proyek prioritas, termasuk segera merealisasikan komitmen pembiayaan, kata Menteri BUMN Erick saat peluncuran.

CIPP mengindikasikan diperlukan investasi sebesar $97,3 miliar untuk mencapai target tersebut, termasuk $66,9 miliar untuk 400 proyek yang harus dimulai pada tahun 2030.

Michael Kleine, kuasa usaha AS di Jakarta, mengatakan pendanaan JETP diharapkan dapat “merangsang” investasi transisi energi dan menarik lebih banyak pembiayaan.

Namun, sejumlah aktivis lingkungan hidup khawatir dengan besarnya porsi pinjaman komersial yang termasuk di dalamnya.

Setengah dari dana yang dijanjikan akan berasal dari pembiayaan swasta, yang dapat berbentuk pinjaman komersial dengan harga pasar, investasi ekuitas atau instrumen utang lainnya.

“Apa gunanya menunggu dokumen JETP CIPP keluar jika kesepakatan dengan negara maju hanya sekedar pinjaman usaha biasa?” kata Bhima Yudhistira dari lembaga tersebut lembaga think tank Pusat Studi Ekonomi dan Hukum.

JETP di Indonesia merupakan yang terbesar di Asia Tenggara. Vietnam menempati posisi kedua dengan skema senilai $15 miliar. [ab/lt]

Tinggalkan Balasan