Wakatobi // kilatnusantara.com
Perubahan APBD 2022 harus ditetapkan paling lambat 30 September. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 38 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan APBD. Apabila pemerintah daerah dan DPRD tidak menetapkan APBD sebelum tenggat waktu, maka pemerintah daerah dianggap tidak melakukan perubahan APBD.
Kilatnusantara – Perempuan satu kursi ini yakni Hj. Erniwati Rasyid dengan tegas membeberkan penegakkan harga diri lembaganya yang sering kali perempuan ini menerabas opini publik yang hendak dibentuk. Melawan banyak orang? “Bukan !”
katanya. “Saya memastikan dan menjaga kualitas prosesnya, karena keputusan yang mengabaikan proses sama saja memberi fasilitas rakyat dari hasil kejahatan. Karena hukum dan keadilan ditegakkan dari proses,” ujarnya tegas.
Ketika seorang Kepala Dinas menyebutkan bahwa point-point anggaran sudah tidak bisa “dirubah” karena memang sudah masuk dalam sistem. Artinya, rapat itu bukan pembahasan yang setara, tapi “pemaksaan”.
Komunikasi politik tidak mungkin dibangun pada situasi yang tidak setara. Pembahasan dimaksudkan agar DPRD dapat memberi masukan, “menurunkan atau menaikan” suatu kegiatan. Perdebatan dalam pembahasan dimaksudkan untuk memastikan manfaatnya untuk rakyat.
Substansi yang diteriakkan dan hendak digalang atas nama rakyat itu ditutup dan dihancurkan oleh komunikasi buruk, “bahwa RAPB-P itu sebenarnya sudah final, karena sudah tidak bisa diotak-atik lagi”. Lalu untuk apa mengundang pembahasan dan menghabiskan anggaran dan mendramatisirnya dari awal?
Dengan lantang Perempuan Pemberani ini Mengungkapkan DPRD bukan sekadar tukang stempel. Karena itu, fungsinya untuk membahas menyetujui atau menolak harus difasilitasi. Rapat Pembahasan RAPD-P itu bukan upacara apel pagi masuk kantor sebagai upacara rutin yang hanya menggugugurkan kewajiban, tapi substansinya adalah “pembahasan” bukan persetujuan.
Saya menjaga substansi dari proses, bahwa pembahasan itu harus setara, ujar perempuan pemberani ini. Karena ada yang “melecehkan” proses itu dan berorientasi “yang penting diketuk” dan upacara pembahasan telah jalan. “Maka saya tidak memilih jalan itu,” tegas perempuan ini.
Karena itu, ketika ada upaya membuka sidang lagi walau sudah lewat batas waktu dan hendak diakali dengan “administrasi tanggal mundur”, perempuan ini menolak tegas. “Saya menjaga proses, saya tidak peduli penggiringan opini pada hasil untuk rakyat, jika Anda mengabaikan proses maka Anda sama saja dengan “mencuri”.
Karena itu, saya tolak pula untuk menggelar kembali sidang dan menyiasati waktu dengan memundurkan tanggal secara administrasi. Niat baik harus dilakukan dengan proses dan cara yang benar. Begitu dignity saya tegakkan, itu komitmen saya sejak awal.
Tim Red