Wakatobi, Sulawesi Tenggara // kilatnusantara.com
Bagi H.Ernawati Rasyid, politik representasi perempuan itu, bukan sekadar keterwakilan “jenis kelamin”. Keterwakilan perempuan dalam ruang publik adalah keterwakilan perempuan dalam diskursus keadilan.
Politik perempuan adalah seluruh idiom kehidupan perempuan, baik wilayah publik maupun domestik, kecerdasan itu sudah diperlihatkannya. Ketika di tengah budaya ( laki-laki ), dia mampu memaksa Rancangan Anggaran yang selama ini tertutup dalam “kotak misteri” menjadi perdebatan publik.
Hj Erniwati Rasyid, yang di kenal beberapa bulan belakangan ini dengan julukan ibu satu kursi DPRD Kabupaten Wakatobi dari fraksi partai Gerindra, mengatakan kalau hanya di remehkan 1 kursi lalu naik ke 12 kursi itu hanya tantangan kecil.
“Kalau hanya diremehkan satu kursi, lalu naik ke 12 kursi, itu hanya tantangan kecil,”. Tapi yang memalukan adalah mereka tidak punya argumen yang memadai untuk berdebat asal-usul rasional dari setiap usulannya. Ujar nya , Minggu 13 November 2022
Lanjutnya , Lalu memindahkan wilayah “perdebatan” yang terlembagakan ke tengah pasar seperti ” tukang obat “. Itu bukan kecerdasan untuk representasi dari klaim mayoritas disandangnya. “Justru perilaku seperti itu mencerminkan keraguan atas mulai rapuh kekuasaannya. Itu sinyal kuat,”. tegas Hj. Erniwati Rasyid, Minggu 13/11/2022
Mengelola negeri bukan pakai ilmu “penjual obat” yang menggelar dagangannya di tengah pasar. Perempuan ini akan melawan pengkerdilan wibawa negeri dan lembaganya dengan debat yang berkualitas dan tentu saja cerdas.
Di tengah laki-laki atau perempuan, gagasannya lah yang menempatkan tingkat kualitasnya. Ya, perempuan yang tidak sekadar mewakili jenis kelamin, tapi juga kecerdasan.
Mustafa
