Kendari || kilatnusantara.com
Jasa konstruksi masih akan menghadapi beberapa tantangan, salah satunya dengan adanya Omnibus Law atau Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 11 tahun 2020.
Beberapa perubahan atau penyesuaian pada sektor jasa konstruksi tentunya memerlukan pemahaman lebih lanjut agar tidak terjadi kerancuan di masyarakat.
Salah satu pemerhati lingkungan mengatakan ke awak media saat di temui di salah satu warkop kota Kendari bahwa dirinya menyayangkan hutan mangrove yang di garuk pakai alat berat untuk kepentingan proyek di salah satu desa yang ada di kapota kecamatan wangi wangi selatan.
” Saya sangat sayangkan dengan kelakukan kontraktor maupun pengawasan Pekerjaan breakwater yang di kapota pasalnya batu untuk pondasi di ambilkan dari kawasan mangrove yang di duga masih masuk kawasan hutan lindung “. Ungkap John , Kamis 15/05/2023
Lanjut ia ( John ), dalam kawasan danau kapota sampai di belakang atau sekeliling danau kapota masih masuk kawasan hutan lindung kemungkinan besar material yang di komersilkan untuk beton atau pondasi breakwater masih masuk kawasan. Ungkap nya
Tak hanya itu John juga membeberkan bahwa merajuk ke UU Cipta Kerja No 11 Tahun 2020 dan PP 23 tahun 2021 itu sudah termaksud pelanggaran Yang harus di pidanakan.
” Sudah jelas di UU cipta kerja dan PP No 23 Tahun 2021 bahwa setiap pengolahan hutan lindung dan kawasan itu termaksud pidana pengrusakan “. Ujarnya
Tegas John, tidak main main kami akan laporkan kontraktor, pengawas lapangan dan direktur perusahaan yang mengerjakan breakwater dengan anggaran kurang lebih 57 milyar ke pihak Gakkum LHK, Kejati Sultra, Polda Sultra, Kehutanan untuk segera memeriksa dan menangkap pelaku pengrusakan .
John juga menjelaskan pada UU Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2023 maka kami meminta ke APH agar jangan bermain main dengan pasal yang sudah di tetapkan .
Tim Red