Selama pelatihan pada 26-29 September, personel TNI hanya mengikuti pelatihan secara aktif pos komando mis atau hanya pasca latihan. Sedangkan dalam latihan atau manuver lapangan bersama pasukan, tim TNI hanya berperan sebagai pengamat.
Sumber KILAT NUSANTARA menyebutkan delegasi TNI baru menghadiri upacara pembukaan pada 26 September dan acara penutupan pada 29 September karena beberapa alasan.
Latihan ini tidak hanya melibatkan personel militer Rusia, tapi juga Myanmar, Kamboja, China, dan India. Rusia telah memasukkan sejumlah alutsista, termasuk tank, sistem roket MLRS/HIMARS, helikopter, dan jet tempur.
Latihan ini hanya berselang beberapa minggu setelah selesainya latihan Talisman Sabre di Australia bersama 13 negara lainnya, Super Garuda Shield di Jawa Timur, dan Latihan Bersama ASEAN di kawasan Natuna Utara.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri: Keikutsertaan Indonesia telah disepakati dalam ADMM-Plus & EWG
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Lalu Muhamad Iqbal mengatakan kepada KILAT NUSANTARA akhir pekan lalu bahwa ia mengetahui partisipasi Indonesia dalam latihan di Rusia, yang katanya “telah disepakati untuk diselenggarakan” pada Pertemuan Menteri Pertahanan ASEAN Plus dan Kelompok Kerja Pakar Penanggulangan Terorisme pada bulan Agustus. dan September.
Ditambahkannya, “Selain itu, fokus kegiatan ini adalah peningkatan kapasitas bersama dalam isu-isu yang menjadi kepentingan bersama yaitu kontra-terorisme.”
Ia enggan menjawab saat ditanya apakah keikutsertaan Indonesia dalam latihan yang melibatkan junta militer Myanmar tidak membuat upaya penyelesaian konflik di negeri gajah putih itu semakin sulit.
APHR Kritik Partisipasi Myanmar
Sebelumnya pada bulan Agustus, Anggota Parlemen ASEAN untuk Hak Asasi Manusia (APHR) menyatakan keprihatinan atas partisipasi Myanmar yang terus berlanjut dalam berbagai latihan militer.
Ketua APHR yang juga anggota DPR, Mercy Barends, di pernyataan tertulisnya mengatakan, “Sangat tidak masuk akal bagi negara-negara ASEAN untuk bergabung dengan junta militer Myanmar dalam latihan militer ketika junta secara konsisten menunjukkan keengganan atau minat politik untuk mematuhi Konsensus Lima Poin, terutama bagian penghentian kekerasan.”
Pernyataan dari Kementerian Pertahanan Rusia dan beberapa dokumen ADMM-Plus dan Kelompok Kerja Ahli Kontra Terorisme menegaskan partisipasi Myanmar dalam latihan di Rusia. Myanmar dan Rusia telah memimpin kelompok kerja tersebut sejak tahun 2021, setelah ditunjuk pada tahun 2020. [em/jm]