Dewan Hak Asasi Manusia PBB akan mengadakan pemilihan anggota baru pada 10 Oktober di New York. Indonesia mencalonkan diri sebagai salah satu calon anggotanya.
Wakil Tetap Indonesia untuk PBB dan Organisasi Internasional di Jenewa, Duta Besar Febrian A. Ruddyard, Selasa (3/10) mengatakan jika terpilih, Indonesia akan menjadi anggota Dewan HAM periode 2024-2026 untuk yang keenam kalinya. .
“Alasan kami mencalonkan (diri sendiri) sebenarnya merupakan bentuk komitmen Indonesia untuk terus aktif di berbagai forum multilateral, termasuk dalam isu pemajuan HAM dalam kerangka nasional, regional, dan global. Tema yang kami usung kali ini disebut Kemitraan Inklusif untuk Kemanusiaan,” ujarnya.
Menurutnya, tema “Kemitraan Inklusif untuk Kemanusiaan” yang diusung Indonesia menunjukkan keterbukaan dan inklusivitas jika nantinya terpilih menjadi anggota Dewan HAM, untuk berdialog dengan seluruh pemangku kepentingan.
Sebagai negara dengan populasi mayoritas Muslim terbesar di dunia, Indonesia akan mewakili Asia Pasifik dan negara-negara berkembang. Febrian menegaskan, posisi Indonesia di Dewan HAM akan unik dan sentral. Indonesia akan selalu membawa semangat dialog dalam menghadapi berbagai permasalahan.
Indonesia juga akan mendorong polarisasi yang saat ini semakin menguat akibat dinamika geopolitik harus dihindari dalam mekanisme kerja Dewan Hak Asasi Manusia.
Untuk mencegah politisasi dan persaingan, Dewan Hak Asasi Manusia akan didorong untuk beradaptasi dengan berbagai tantangan permasalahan hak asasi manusia yang belum terselesaikan. Salah satu persoalan yang sedang ditangani Dewan Hak Asasi Manusia adalah pembakaran kitab suci Al-Quran di sejumlah negara Eropa pada tahun ini.
Menyikapi kejadian tersebut, pada bulan Juli lalu Dewan Hak Asasi Manusia mengeluarkan Resolusi Nomor 53 yang berisi seruan kepada seluruh negara untuk berupaya semaksimal mungkin mencegah dan mengadili tindakan kebencian berbasis agama yang mencakup hasutan diskriminasi, permusuhan, dan kekerasan.
Febrian mengatakan beberapa peristiwa pembakaran Al-Quran yang terjadi tahun ini bertentangan langsung dengan Kovenan Internasional tentang hak-hak sipil dan politik. Ia menegaskan, resolusi tersebut tidak khusus untuk kebencian terhadap agama atau umat Islam, namun berlaku untuk seluruh kebencian terhadap semua agama dan keyakinan.
GRF Membahas Implementasi Kerangka Global tentang Pengungsi
Lebih lanjut Febrian menyampaikan bahwa pada tanggal 13-15 Desember akan diselenggarakan GRF (Global Refugee Forum). Agenda ini diadakan setiap empat tahun sekali dan GRF pertama dilaksanakan pada tahun 2019. GRF kedua ini akan dihadiri oleh negara-negara, organisasi internasional, perusahaan, pakar dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang akan membahas implementasi Kerangka Kerja Global tentang Pengungsi (Global Framework on Refugees).
Kerangka kerja ini memiliki empat landasan, yaitu untuk mengurangi tekanan terhadap negara yang menampung pengungsi, meningkatkan kemandirian pengungsi, memperluas akses ke negara ketiga, dan mendukung kondisi agar pengungsi mau kembali ke negaranya secara sukarela.
Wakil Tetap RI di Jenewa, Achsanul Habib, menyatakan jika Indonesia memperoleh kursi keanggotaan Dewan HAM PBB, Indonesia akan mendorong pembahasan mengenai hak pembangunan, hak sipil, dan hak politik mendapat porsi yang seimbang.
Dalam wawancara dengan KILAT NUSANTARA, Selasa malam, pengamat hubungan internasional Universitas Padjadjaran, Teuku Rezasyah, mengatakan dalam praktiknya hak asasi manusia versi Indonesia harus dipahami dan dihormati oleh seluruh negara di dunia.
Hak asasi manusia ini diharapkan dapat dikaitkan dengan praktik pembangunan, lingkungan hidup, dan perlindungan komunitas minoritas. Ia menilai peluang Indonesia untuk kembali menjadi anggota Dewan HAM PBB cukup besar.
“Kita juga harus yakin bahwa kita akan mendapat suara dari Rusia karena tahun lalu ketika Amerika menginginkan Rusia dikeluarkan dari Dewan Hak Asasi Manusia, kita juga menolak, artinya kita akan mendapat suara dari ASEAN, OKI, GNB dan Rusia.” Dan jika Rusia bersama kita, berarti negara-negara seperti Shianghai Corporation Organization dan negara-negara BRICS rupanya juga akan bersama kita,” kata Rezasyah.
Indonesia, lanjutnya, harus terbuka karena jika ada ide yang keluar, pemerintah harus melakukan perbaikan di dalam negeri. Sejumlah produk hukum yang dinilai masih melanggar hak asasi manusia harus diperbaiki. [fw/em]