Deretan tokoh nasional duduk berjajar dalam konferensi pers bersama di Rembang, Jawa Tengah, Minggu (12/11). Sejumlah tokoh tersebut menggelar jumpa pers bersama, usai bertemu dengan Kyai Haji Mustofa Bisri atau yang akrab disapa Gus Mus. Namun Gus Mus sendiri tak hadir dalam pertemuan dengan media hari itu.
Tokoh-tokoh yang ditemui Gus Mus antara lain mantan Komisioner KPK Erry Riyana Hardjapamekas, mantan Menteri Agama Lukman Hakim Syaifudin, penulis Goenawan Mohamad, Omi Komaria Madjid, dan Antonius Benny Susetyo atau Romo Benny.
Goenawan mengatakan, pertemuan dengan Gus Mus untuk mengungkapkan kegelisahannya terhadap kondisi politik nasional.
“Mendekati pemilu dan pemilu presiden yang menurut saya semakin mengkhawatirkan karena aturan-aturan umum mulai dibongkar bahkan dihancurkan, skandal di Mahkamah Konstitusi menunjukkan hal itu. Semua itu kini bisa dibeli. Loyalitas bisa dibeli, suara bisa dibeli, jabatan bisa dibeli. “Kalau suatu masyarakat kehilangan rasa saling percaya, itulah akhir dari segalanya,” kata Goenawan dalam keterangan yang ditayangkan di saluran media sosial, Minggu (12/11).
Goenawan menambahkan, rasa percaya masyarakat kini sudah terkikis atau mengalami pengikisan, melihat fakta adanya “unjuk kekuatan” seputar drama Mahkamah Konstitusi dan peristiwa politik yang melingkupinya. Bagi Goenawan, produk politik saat ini cacat secara moral dan hukum.
“Siapa pun yang menang akan dinonaktifkan, dan kecacatannya akan terus berlanjut sehingga politik tidak akan berjalan secara sehat,” tegas jurnalis senior itu.
Sementara itu, Omi Komaria Madjid, istri mendiang Nurcholish Madjid atau Cak Nur, khawatir KKN kembali merajalela. Omi teringat pesan mendiang suaminya untuk tidak putus asa memperjuangkan kebaikan bangsa dalam semangat reformasi tahun 1998.
“Pemberantasan KKN yang kita perjuangkan pada masa reformasi tahun 1998 dan menjadi tujuan utama kelangsungan negara ini tidak dilakukan secara sungguh-sungguh. KKN justru semakin mencampuri urusan ketatanegaraan. Malah negara sudah terdistorsi. sebagai ajang KKN. “Power nepotisme, Anda lihat sendiri, ditampilkan secara terbuka tanpa ada rasa malu dan salah sedikit pun,” kata Omi.
Memperkuat sopan santun dan etika politik
Sebagai tokoh lintas agama, Pendeta Antonius Benny Susetyo atau biasa disapa Pastor Benny menggarisbawahi kondisi Indonesia yang saat ini sedang mengalami krisis nilai, di saat moralitas masyarakat dan etika politik sudah tidak lagi menjadi yang terdepan.
“Tapi kita punya harapan, apa yang disampaikan Gus Mus, bagaimana mengembalikan politik ke jalur kebudayaan. Kalau politik berjalan ke jalur kebudayaan, maka harus juga kembali ke ketaatan dan etika serta moralitas masyarakat,” ujarnya.
Benny menilai politik sudah kehilangan kesopanan, apalagi kekuasaan dijadikan sebagai cara untuk menghilangkan suara hati nurani, nalar, dan akal sehat.
“Selama ini perasaan kita tercemar karena politik hanya duduk-duduk saja, orientasinya adalah apa yang saya dapat, proyek apa yang saya inginkan. Ketika kekuasaan dan keserakahan serta ketamakan menjadi ideologi kita, disitulah karakter budaya tidak lagi dijadikan sebagai patokan. cara berpikir, bertindak, bernalar dan bernalar dengan benar.”Ini tanggung jawab semua orang, demokrasi ini kita kawal dengan mengembalikan politik ke jalur kebudayaan,” pungkas Benny.
Pernyataan serupa juga disampaikan mantan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin. Lukman mengatakan, bangsa Indonesia sedang mengalami krisis nilai menjelang pemilu. Lukman mendorong para tokoh budaya membantu meningkatkan kesadaran masyarakat dan penyelenggara negara untuk kembali pada nilai-nilai luhur dan etika moral, khususnya dalam bidang politik.
“Politik tanpa dilandasi nilai-nilai, tanpa menerapkan prinsip kesusilaan, kepatutan, tanpa menggunakan etika moral, politik hanyalah alat untuk memperebutkan kekuasaan,” tegasnya. [ys/ns/em]