Kasus Bentrok di Columbia University, Ratusan Mahasiswa Diskors

KILATNUSANTARA.COM, Jakarta: Universitas Columbia menjatuhkan sanksi kepada mahasiswa yang terbukti ikut menggelar aksi protes membela Palestina. Demonstrasi mahasiswa pro-Palestina terjadi pada 17 dan 30 April 2024.

“Jadi pada 17 April 2024, kampus meliburkan lebih dari 100 mahasiswa. Tadi pagi kami menerima email yang dikirim secara pribadi, khususnya mahasiswa yang diyakini ikut serta dalam aksi protes pada 17 atau 30 April 2024,” kata mahasiswa Columbia University Riska Azelia dalam perbincangan dengan Pro3 RRI, Jumat (3/5/2024) di malam.

Rizka memastikan tidak ada mahasiswa Indonesia yang diskors atau diskors. Masa skorsing berbeda-beda dan ditentukan oleh pihak kampus.

Pakar hubungan internasional Prof Hikmahanto dan mahasiswa Indonesia Rizka Adelia berbincang di Pro3 RRI, Jumat (3/5/2024). (Foto: Rizka)

Setelah demonstrasi berakhir ricuh, perkuliahan dan kegiatan lainnya dipindahkan secara daring. Rizka menegaskan pihak kampus melakukan represif terhadap mahasiswa, terbukti dengan dikerahkannya petugas Departemen Kepolisian Kota New York (NYPD).

NYPD atau NYPD menangkap mahasiswa pro-Palestina. Menurut Rizka, polisi dan pihak kampus mengambil tindakan, menangkap dan membubarkan paksa.

“Tidak bisa disebut bentrokan karena tindakan pihak kampus bersifat represif, satu arah. Tidak ada perlawanan yang seimbang dari mahasiswa, apalagi pihak kampus mendatangkan polisi New York,” tegasnya.

Adi, mahasiswa Indonesia lainnya, membenarkan adanya email yang dikirim dari kampus yang memberikan informasi berbeda. 300 pelajar asal Indonesia belajar di sana Universitas Columbia.

“Email hari ini tidak menyebutkan sanksi bagi mahasiswa yang ditangkap kemarin karena demonstrasi. Informasi updatenya masih tertutup dan progresnya hari ini dosen boleh ke kampus tapi tidak boleh ke kampus lain,” kata Adi.

Himbauan dan dukungan pun disuarakan oleh mahasiswa Universitas Columbia. Mahasiswa pro-Palestina mengatakan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu melakukan genosida. (Foto: WNI/Rizka Azelia).

Sementara itu, pakar hukum hubungan internasional menyatakan dunia kecewa dengan tindakan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu yang diyakini melakukan genosida terhadap masyarakat Gaza. Bentuk kekesalan tersebut adalah meningkatnya gelombang protes pro-Palestina dari berbagai negara.

“Dunia kecewa, rakyat Amerika kecewa, dan hal itu dapat tercermin dari mahasiswa dan dosen. Mereka ditangkap dengan alasan pihak berwenang menyebut gerakan ini bukan aksi kemanusiaan, melainkan anti-Yahudi,” kata Prof Hikmahanto.


Exit mobile version