Lapor Pak Bupati : Kades Sidang Way Puji Di Duga Melakukan Pungli

Mesuji – Lampung // kilatnusantara.com

Sangat disayangkan sekali kelakuan salah satu Kepala Desa Sidang Way Puji, Kecamatan Rawa Jitu Utara, Kabupaten Mesuji Lampung, Diduga melakukan Pungutan Liar (Pungli) terkait pembuatan Surat Jual Beli Tanah beberapa Bulan Lalu, Selasa, 11/11/2022.

Salah satu warga yang enggan di sebutkan namanya mengatakan”bahwa pada tanggal 27 Agustus 2020 dia Melakukan transaksi jual beli Tanah Persawahan dengan Luas 4.450 Meter dengan harga Rp 264.000.000,- yang di lakukan di kediaman sekertaris Desa,dan saat ingin membuat surat jual beli tanah di patok dengan sangat fantastis dengan nominal 5 % dari harga jual.

Tambah beliau, saya sempat menanyakan dengan Kiki prasetiana selaku sekertaris Desa kok mahal amat buk,beliau lalu menelpon Kades dan mengatakan kalau itu udah kebijakan dari kepala desa,” tegasnya.

Beberapa saat setelah di telpon oleh Sekdes,Rudiono selaku Kepala Desa pun datang dan mengatakan bahwa surat jual beli Tanah di Desanya Memeng sudah kesempatan bersama mas.

Rudi menambahkan”kalau untuk pekarangan Rumah itu 10 %dan untuk Perkebunan atau persawahan di kenakan 5 %dari Harga jual.

Setelah melakukan negoisasi dengan Rudi ahirnya di kenakan biaya Rp 7.000.00,-,lalu dibayar Rp 2.000.000,- pada hari itu dan kekurangan Rp 5 juta di trasfer Melalu Rekening di Bulan September dari sebelumya yang di minta sebesar 5 % dari Haraga jual beli.

Kalau peruntukannya untuk Bagi-bagi ke pada saksi dan perangkat desa,tapi kenapa uang tersebut di kirim melalu Rekening Bank BRI atas nama Leni Indrawanti selaku istri Rudi.

Harga transaksi Jual Beli ini Rp 264.000.000,- Juta, jadi 1 persennya hanya Rp 2.640.000 ribu. Tapi nyatanya uang yang diterima itu berlebih dari honorarium yang ditentukan”.

Terkait honorarium bagi saksi penandatanganan akta terkait tanah, memang benar bahwa Pasal 32 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (“PP 24/2016”) mengatur.

Uang jasa (honorarium) PPAT dan PPAT Sementara, termasuk uang jasa (honorarium) saksi tidak boleh melebihi 1% dari harga transaksi yang tercantum di dalam akta.

Dari bunyi pasal di atas, uang honorarium saksi memang tidak boleh melebihi 1% dari harga transaksi yang tercantum di dalam akta, sehingga apa yang dikatakan oleh lurah tersebut yang meminta komisi sebesar 5% tidaklah benar adanya.

Dalam hal ini, Lurah yang bersangkutan telah meminta honorarium yang melebihi ketentuan yang diatur oleh peraturan perundang-undangan, yakni 5% padahal seharusnya honorarium maksimal yang diterima sebesar 1%. Atas perbuatan ini, Lurah yang bersangkutan dapat dijerat Pasal 423 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”).

Seorang pejabat dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan menyalahgunakan kekuasaannya, memaksa seseorang untuk memberikan sesuatu, untuk membayar atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun.

Tim Red

Exit mobile version