Kontemplasi untuk Pers Indonesia 2024

SELAMAT Hari Pers Nasional kepada seluruh insan pers, pelaku media, jurnalis dan seluruh masyarakat Indonesia. Perayaan Hari Pers selalu menjadi momen yang baik dan tepat untuk mempertimbangkan posisi pers atau jurnalisme Indonesia dalam satu tahun terakhir, saat ini, dan tahun mendatang.

Momen apa yang disaksikan pers Indonesia? Apakah pada titik manisnya atau sebaliknya?

Selain itu, dengan mengkaji peran pers akan diperoleh pemahaman mengenai posisi bangsa atau negara demokrasi karena kita memahami bahwa pers adalah pilar demokrasi. Dalam kondisi normal hingga krisis, kehadiran pers dapat menjamin arah kemajuan dan keadilan.

Pers merupakan sarana untuk membuka pandangan masyarakat terhadap berbagai permasalahan kolektif yang dihadapinya, bagaimana memahami dan menyikapi berbagai permasalahan tersebut secara rasional dan bijaksana.

Pers menyajikan kritik terhadap penyimpangan, menciptakan ketidakadilan dan memberikan pandangan berbeda terhadap keputusan-keputusan dalam kehidupan di Indonesia yang berkaitan dengan Pancasila dan konstitusi.

Di negara-negara non-demokratis, kami telah menunjukkan melalui banyak penelitian bahwa gejala-gejalanya bisa dimulai dari pers yang tertekan atau tercekik. Lalu kita bisa bicara apakah kebebasan pers masih terjamin dan berjalan sesuai dengan UU Nomor 40 yang lahir dari rahim reformasi tahun 1998?

Seluruh elemen, mulai dari pemerintah, legislatif, penegak hukum, akademisi, dunia usaha, hingga masyarakat luas, perlu dan memang harus memberikan dukungan penuh terhadap kebebasan pers.

Pers akan menjadi stimulus bagi berbagai elemen atau sistem sosial untuk merespon kompleksitas yang muncul di berbagai bidang saat ini. Pers akan memberikan atau menunjukkan kepada masyarakat jalan keluar dari perangkap refleksivitas buta.

Dalam kegelapan, pers yang melindungi kepentingan publik dan hak asasi manusia akan menjadi penerang. Di sisi lain, pers terperangkap oleh kepentingan-kepentingan tertentu dan sesaat akan membawa masyarakat ke dalam wilayah yang memiliki tembok-tembok yang membatasi, membutakannya.

Dosen kami di Departemen Ilmu Komunikasi UGM, Ashadi Siregar, yang akrab disapa Bang Hadi, pernah menulis bahwa kebebasan pers pada hakikatnya adalah sebuah norma yang menjamin satu dimensi hak asasi manusia, yaitu hak masyarakat untuk bebas berpendapat.

Dalam lanskap media di Indonesia saat ini, kita tidak bisa menutup mata. Tidak semua lembaga pers atau media bebas dari kepentingan partisan. Namun kami juga melihat beberapa institusi media beroperasi dengan semangat yang mengutamakan kepentingan publik.

Kita bisa melihat upaya-upaya yang dilakukan, misalnya, Project Multatuli atau Narasi yang justru harus mengajak masyarakat untuk memberikan liputan pers berkualitas yang mendidik, membangkitkan pemikiran kritis, dan melindungi hak asasi manusia. Lembaga penyiaran publik seperti RRI dan TVRI juga harus didukung dan didorong untuk mewujudkan cita-cita pers yang demokratis.

Tantangan bagi pers di tahun-tahun mendatang adalah kompleksitas dunia yang berubah dengan cepat. Kemajuan teknologi, geopolitik yang dinamis, dan ancaman terhadap kualitas lingkungan hidup merupakan beberapa dari sekian banyak komplikasi yang akan berkembang dan memerlukan respons adaptif dan rasional dari pers pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.

Di Indonesia, tantangan sebenarnya sudah ada di depan mata kita dalam beberapa hari ke depan ketika pemilu akan digelar. Apa yang bisa dilakukan pers? Dalam tulisan senior saya yang saya hormati, Prof. Ichlasul Amal beberapa tahun lalu menjelang pemilu 2009, ia menulis bahwa pers diharapkan berperan dalam menciptakan proses pemilu yang adil, jujur, dan damai.

Pers diharapkan menghasilkan karya jurnalistik yang selalu berpegang pada prinsip jurnalisme profesional dan beretika. Tahun ini tema pers yang diangkat adalah “Melindungi Peralihan Kepemimpinan Nasional dan Menjaga Keutuhan Bangsa”, mengingatkan kita bahwa tugas pers yang juga krusial dalam beberapa hari ini adalah mengajak masyarakat untuk datang dan menyuarakan kepentingannya. suara yang terdengar di TPS masing-masing.

Penulis: Prof. Dr.phil Hermin Indah Wahyuni, M.si (Dosen Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM)

*) Tulisan atau opini yang dipublikasikan tidak mencerminkan pandangan editorial. Hak cipta dan tanggung jawab atas tulisan, berita atau artikel yang dikutip dari media lain atau ditulis sendiri sepenuhnya berada di tangan penulis.


Tinggalkan Balasan