Hawa Sejuk Musim Semi, Islamabad Berpayung Fitri

Aditya cepat siapkan kurta, sarung dan pechi. Kerinduan merayakan Idul Fitri bersama anak bangsa lainnya mendorongnya untuk merayakan Idul Fitri di KBRI Islamabad, jantung Pakistan.

Jangan lupa pakai parfum, ini salah satu sunnah menunaikan salat Idul Fitri. Ya, di hari raya Idul Fitri 1445 Hijriah ini, Aditya antusias keluar dari kediamannya di Peshawar, 200 km dari Islamabad.

Dengan hati penuh harapan terhadap alam, Aditya meninggalkan Peshawar di dekat Sungai Kabul di ujung timur Khyber Pass, Pegunungan Hindu Kush. Aditya adalah warga negara Indonesia yang bekerja di UNHCR Peshawar.

Aditya mengembara sendirian. Tidak ada keluarga, karena faktor keamanan di provinsi Khyber Pakhtunkhwa yang beberapa kali memanas.

Sesampainya di KBRI Islamabad, Aditya berbaur bersama ratusan warga Indonesia lainnya. Mereka mengulang takbir, tasbih, tahmid dan tahlil.

Kemudian berdoa dengan sungguh-sungguh. Berbeda dari biasanya, salat Iduladha kali ini digelar di luar ruangan untuk memanfaatkan sejuknya cuaca musim semi.

Seluruh jamaah khusyuk menjadi maqmum salat yang dipimpin oleh Muhsin Al Fatih Nasir. Takzim kemudian mendengarkan khotbah khatib Farhan Aflah Abdila.

Muhsin dan Farhan adalah mahasiswa Studi Islam di Universitas Islam Internasional Islamabad (IIUI). “Saya rindu merayakan Idul Fitri bersama masyarakat Indonesia sambil menikmati makanan khas Idul Fitri, Alhamdulillah bisa juga,” kata Aditya.

Tak hanya dari Peshawar, masih banyak warga Indonesia lainnya yang datang dari daerah lain di Pakistan. Seperti Lahore, Gujrat, Faisalabad dan Rawalpindi.

Seperti warga negara Indonesia lainnya, Nisa berasal dari Faisalabad. Usai salat, acara dilanjutkan dengan halalbihal.

WNI berjabat tangan dalam halalbihal di KBRI Islamabad (Foto: KBRI Islamabad)

“Saya tiba di KBRI pada pukul 6 pagi dan meninggalkan Faisalabad pada tengah malam. “Kalau tidak dijaga seperti ini, takutnya terlambat,” kata ibu Padang ini.

Nyatanya, Idul Fitri bukan hanya sekedar ajang berkumpulnya para pedagang Tanah Air. KBRI Islamabad juga memberikan kesempatan bagi WNI untuk berkumpul di kompleks KBRI untuk menikmati kebersamaan dengan masyarakat Indonesia lainnya.

Contohnya adalah Partai Rakyat pada pemilu lalu, Augustan, untuk merayakan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Lalu perayaan Maulid Nabi, Nuzulul Quran, Hari Santri dan masih banyak lagi.

Selama Ramadhan tahun ini, KBRI Islamabad mengadakan bookber mingguan atau dikenal dengan buka puasa bersama pada hari Jumat. Kerjasama dengan Persatuan Pelajar Indonesia (PPMI) di Pakistan.

Sebagai bagian dari kampanye Indonesia di Pakistan, salah satu Bukber disiarkan di televisi lokal. Hal ini terjadi setelah mereka tertarik untuk meliput demonstrasi memasak bakwan atau bala-bala yang mirip dengan pakora di Pakistan.

Namun hangatnya perayaan Idul Fitri di Pakistan belum bisa dirasakan seluruh perwakilan asing. Tidak mudah mengadakan acara keagamaan yang dihadiri banyak orang di kompleks KBRI.

Selain itu, kawasan diplomatik Islamabad, tempat sebagian besar kedutaan dan misi luar negeri berada, merupakan zona steril. Tempat ini memiliki keamanan yang cukup ketat.

Selain keamanan, faktor lainnya adalah terbatasnya jumlah diaspora. Selain itu, ada ideologi sekuler yang dianut sebagian pejabat pemerintahan Muslim, kepekaan terhadap isu sektarian, dan lain-lain.

Namun berbagai pihak di Pakistan menilai Indonesia tidak memiliki persoalan dan permasalahan tersebut. “Masyarakat dan pelajar Indonesia merupakan aset diplomasi publik di Pakistan,” kata Kuasa Usaha KBRI Islamabad, Rahmat Hindiarta Kusuma, menutup sambutannya.

“Banggalah Pancasila sebagai tolak ukur pengelolaan keberagaman budaya dan agama di tanah air. Oleh karena itu, Anda harus percaya diri dalam menampilkan Indonesia sebagai negara yang demokratis, moderat, dan hebat di hadapan publik Pakistan.”

Namun apapun itu, Aditya, Nisa dan ratusan WNI lainnya mampu melepas rindu Idul Fitri di KBRI. Alhamdulillah WNI, sejuknya udara musim semi, Islamabad dengan payung Fitri.


Exit mobile version