Baju Kering Porter Tanah Abang

KILATNUSANTARA.COM, Jakarta: Puluhan kuli angkut terlihat bermalas-malasan di tangga pintu masuk Pasar Tanah Abang Blok A, Jakarta, tengah Ramadan. Ada yang bermain gadget, ngobrol hingga tertegun dan garuk-garuk kepala.

Wajahnya menunjukkan rasa lelah bercampur harapan agar orang-orang datang menggunakan jasanya. Dari waktu ke waktu ada masyarakat yang mencoba aktif menawarkan jasa, terutama para pengunjung pasar yang tampaknya kesulitan membawa barang belanjaannya.

Mengenakan pakaian berwarna hijau dan biru, penampilan petugas kebersihan dapat dengan mudah dibedakan. Mereka memiliki kuli angkut resmi di Pasar Tanah Abang.

Namanya Beta Putra, 45 tahun, lahir dan besar di Jakarta. Sore itu, Putra, seperti kebanyakan kuli angkut lainnya, masih duduk di tangga Tenabang, sebutan untuk pasar itu.

Tidak mudah bagi Putra untuk menarik pengunjung agar menggunakan jasanya. Padahal dia sudah tiba sejak pagi di Tanah Abang.

Dua orang kuli di Pasar Tanah Abang harus sigap mencari pengunjung yang mungkin ingin menggunakan jasanya (Foto: RRI/Gavin Azmi)

Menjelang siang, saat matahari sedang terik, tak ada satu rupee pun yang masuk ke sakunya. Ia mengatakan, saat ini pasar tidak seperti dulu ketika operator dengan mudah menemukan pengguna layanan tersebut.

Akibatnya, membeli makanan pun sulit. Situasi ini berlanjut sejak Covid-19.

“Pengunjung masih banyak, tapi kuli angkut belum ada pekerjaan. “Setelah Covid-19, sulit mencari uang di Tanah Abang,” kata Putra.

“Sekarang kita dikalahkan on line“Mereka pakai ekspedisi, jadi kulinya tidak ada kerjaan,” kata Putra sambil menambahkan.

Ia dan teman-temannya berusaha aktif. Ia menawarkan pelayanan kepada pengunjung yang berbelanja, namun hasilnya masih belum signifikan.

“Sebelum Covid-19, sehari saya bisa mendapat Rp 200 ribu. “Nah, itu sia-sia,” kata Putra.

Abdul, 28, merasakan hal yang sama. Tatapannya tampak kosong, meski sesekali ia menoleh ke kiri dan ke kanan jika ada yang datang meminta jasanya.

Abdul meyakini, jumlah pengunjung yang menggunakan jasa concierge semakin hari semakin berkurang. Situasi yang belum pernah dia alami sebelum Covid-19.

“Sebelum Covid-19 saya bisa pegang Rp 500 ribu, tapi itu pun tidak bertahan sehari. “Karena dihitung dari jumlah barang bawaan serta jarak ke toko,” kata Abdul.

Aktivitas kuli di Pasar Tanah Abang tidak sebanyak sebelum Covid-19, bahkan di bulan Ramadhan kali ini (Foto: RRI/Gavin Azmi)

Ramadhan kali ini juga sepertinya tidak akan ada perubahan. Dia hanya merasa kesepian dan sendirian.

“Dulu, bisa dibilang para kuli angkut berkeringat. “Pada jam segini pun pakaian masih kering,” kata Abdul.

Kekeringan pakaian menjadi tanda utama sudah sulitnya mengandalkan jasa pindahan. Bisa jadi profesi ini akan segera hilang dari peradaban.

(Artikel ini dibuat oleh Gavin Azmi, Mahasiswa Universitas Nasional Jakarta, peserta Program Magang Pusat Berita RRI)


Tinggalkan Balasan