Merasakan Berbuka Puasa di Masjid Komunitas Pakistan St. Louis

KILATNUSANTARA.COM, St. Lewis: Siapa yang tidak kenal Amerika Serikat (AS)? Tidak hanya dikenal sebagai negara “adidaya” atau negara adidaya, namun juga negara dengan penduduk yang beragam asal usulnya.

Tak terkecuali bagi penduduk Muslim yang saat ini jumlahnya diperkirakan mencapai 4,45 juta orang. Populasi Muslim tersebar di sebagian besar negara bagian, seperti Missouri.

Berdasarkan data Worldpopulationreview pada survei tahun 2024, jumlah penduduk Muslim di Missouri mencapai 53.443 jiwa. Kota St. Louis merupakan pusat berkumpulnya umat Islam di negara bagian tersebut.

Kota di sepanjang Sungai Mississippi ini memiliki sejumlah masjid dan pusat komunitas Muslim. Salah satunya adalah Masjid Bilal Ibn Rabaah yang terletak di 3843 West Pine Mall Boulevard.

Masjid yang didirikan pada tahun 1974 ini menjadi destinasi umat Islam setempat, terutama saat Ramadhan seperti sekarang. Pasalnya, masjid yang didirikan oleh masyarakat Pakistan ini setiap harinya menyediakan makanan berbuka puasa gratis.

Faiqa Hasan, salah satu relawan masjid yang juga bertugas menyiapkan menu buka puasa, mengatakan, persiapan menu buka puasa sudah dimulai sejak tahun 2000. Ia menyebutkan, awalnya hanya dihadiri sekitar 20 jamaah, namun kini mencapai 175 orang per jamaah. hari.

“Kemarin tahun ini banyak yang datang, hari ini sekitar 175 orang. “Kemarin sekitar 80 orang dan hari ini lebih dari 175 orang,” kata Faiqa kepada RRI yang baru saja berkunjung ke Masjid Bilal Ibn Rabaah.

Sambosa adalah takjil atau santapan hari raya yang dihidangkan kepada para jamaah yang hadir di Masjid Bilal Ibn Rabaa, St. Louis. Louis, Missouri, Amerika Serikat (Foto: RRI/Retno Mandasari).

Wanita yang sudah menjadi relawan selama dua dekade ini mengungkapkan, seluruh dana untuk membeli makanan disumbangkan oleh komunitas Pakistan di St. Lewis. Faktanya, para donor menghubunginya jauh sebelumnya untuk memastikan tersedia cukup makanan untuk semua orang.

“Setiap hari kami menerima bantuan makanan dari keluarga-keluarga di komunitas Pakistan dan hal ini telah kami lakukan sejak tahun 2000. Sejak itu kami disponsori dan 30 hari sebelum Ramadhan mereka menghubungi saya untuk memastikan ada orang lain yang bisa membantu kami,” kata perempuan paruh baya bergelar Ph.D.

“Karena terkadang mereka hanya bisa datang membantu pada hari-hari tertentu atau di akhir pekan. “Tetapi kami tetap menyiapkan makanan untuk berbuka puasa di bulan Ramadhan.”

Sejak dimulainya penyediaan makanan berbuka puasa pada tahun 2000, gubernur masjid, Bilal Ibn Rabaa, telah memungkinkan semua orang untuk berbuka puasa. Setiap orang dijamin bisa menyantap hidangan berbuka puasa, meski hanya semangkuk sup dal.

“Masyaallah, kami bisa memberikan makanan kepada orang-orang, siapa pun boleh datang ke sini dan kami hanya memberikan apa yang kami punya. Meski hanya sup dal, kami ingin memastikan semua orang mendapat bagiannya,” ujarnya.

Upaya ngobrol gratis di Masjid Bilal Ibn Rabaah dialami mahasiswa asal Indonesia bernama Abori Pranama yang datang bersama empat orang temannya. Mahasiswa yang saat ini sedang mengejar gelar PhD di bidang ilmu pangan ini mengatakan, ini adalah pengalaman pertamanya dan sangat mengesankan untuk mencoba makanan khas Pakistan.

“Pengalaman pertama saya sangat senang bertemu dengan saudara-saudara muslim khususnya dari masyarakat Pakistan dan saya bersyukur kepada Tuhan saya bisa menyantap makanan khas Pakistan. Secara kebetulan hari ini saya pergi ke St. “Jadi kami berkeliling Lewis, atau dengan kata lain, safari masjid ke Islamic Center,” kata Abrori, yang belajar di Illinois City.

“Kalau di Indonesia biasanya kita makan berat di awal, tapi di sini makanan berat disajikan di akhir ditambah hidangan penutup. “Agak berbeda dengan di Indonesia.”

Reporter RRI Retno Mandasari (ketiga dari kiri) yang mengikuti International Visitor Leadership Program (IVLP) Departemen Luar Negeri Amerika Serikat 2024 bertemu dengan mahasiswa Indonesia Abori Pranama (ketiga dari kanan), City Arfa (pertama dari kiri), Nisrina Fatina (kedua dari kiri) dan dua santri lainnya di Masjid Bilal Ibn Rabaa, St. Louis, Missouri, Amerika Serikat (Foto: RRI/Retno Mandasari).

Siti Arfa, mahasiswa yang sedang menempuh studi master bidang perencanaan kota dan wilayah di Illinois, juga punya pengalaman menarik. Arfah mengatakan berkumpulnya umat Islam dari berbagai belahan dunia menambah hangatnya suasana buka puasa di masjid yang terletak di dekat kawasan St Mary’s University itu. Louis ini.

“Ini adalah pengalaman pertama saya di sini dan ada Muslim yang berbeda dari negara yang berbeda. “Di sini juga ada orang Arab, jadi penuh sesak,” kata Arfa.

Mahasiswa Indonesia lainnya bernama Nisrina Fatina mengatakan, meski senang, ia bisa berbincang di Masjid Bilal Ibn Rabaa. Meski demikian, ia meyakini ada hal yang berbeda dengan tradisi puasa di Indonesia.

“Kalau di Indonesia makannya lama sebelum salat, tapi di sini takjilnya cuma lima menit tiba-tiba kita ada iqama. “Habis itu saya baru makan dan porsinya gede banget jadi saya bungkus untuk dibawa pulang,” kata perempuan yang sedang menempuh studi Magister Manajemen Teknologi ini.

Sementara itu, di luar Ramadhan, Masjid Bilal Ibn Rabaah juga menyediakan hidangan berbuka puasa gratis setiap hari Kamis. Setidaknya disediakan sekitar 20 porsi makanan bagi mereka yang berpuasa menurut Nabi Muhammad SAW.


Tinggalkan Balasan