Daerah  

Pernikahan Usia Dini Memicu Perceraian Dini

Bangka, // kilatnusantara.com

Pernikahan usia dini merupakan pernikahan yang dilakukan seseorang sebelum mencapai usia produktif. Di Indonesia, pernikahan diusia dini masih terus terjadi hingga memicu perceraian dini bahkan kekerasan seksual dan pelanggaran HAM yang dapat merusak mental.

Pernikahan dini mengakibatkan kurangnya pendidikan pengetahuan pada anak yang masih membutuhkan bimbingan dari orang tua, keluarga dan guru.

Oleh karena itu, berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan yang diperbolehkan apabila wanita mencapai usia 16 tahun dan pria mencapai usia 19 tahun telah direvisi sejak 16 september 2019 menjadi UU Nomor 16 Tahun 2019 bahwa perkawinan diperbolehkan apabila wanita dan pria mencapai usia 19 tahun karena mengingat banyaknya peningkatan pernikahan di usia dini menjadi pemicu perceraian dini, maraknya pernikahan dini di Indonesia terjadi pada tahun – tahun sebelumnya bahkan menjadi tren pada saat masa pandemi covid – 19.

Pada masa covid – 19 tingkat presentase pernikahan dini meningkat drastis. Provinsi Kepulauan Bangka Belitung menjadi salah satu penyumbang terbesar tentang pernikahan dini dan perceraian dini yang terjadi di Indonesia. Dilansir dari BANGKAPOS.com kepala dinas pemberdayaan perempuan, perlindungan anak pengendalian penduduk dan KB (DP3ACSKB), Asyraf Suryadhin menyampaikan “kita di tahun 2020 kasus pernikahan anak tertinggi di Indonesia, dari 34 provinsi sehingga mau tidak mau kita harus gancarkan menyelesaikan masalah ini, sementara tahun 2019 kita urutan delapan tertinggi”.

Jika dilihat dari segi pendidikan menurut Kepala Dinas, M soleh mengatakan berdasarkan data sejak 2019 hingga 2021 sebanyak 2.348 siswa tingkat SMA/SMK di babel Drop Out(DO) keluar sekolah dari total 112.000 jumlah siswa. Salah satu factor yang menjadi pemicu siswa DO adalah pernikahan dini yang didahului oleh kehamilan yang tidak direncanakan, menurut Kepala dinas yaitu Muhammad Soleh.

Faktor pemicu pernikahan dini Mengapa dapat dikatakan bahwa saat pandemi covid – 19 melanda, tingkat pernikahan dini pada anak meningkat? Karena pada saat pandemi terdapat beberapa kebijakan pemerintah salah satunya yaitu masyarakat tidak boleh melakukan aktifitas diluar seperti biasanya, sehingga anak – anak yang masih menjalani pendidikan pelajaran tidak termotivasi dalam hal pembelajaran. Lingkungan sekitar juga tentunya dapat menjadi penyebab pernikahan dini, seperti antara lain :

Faktor hamil diluar nikah, karena kurangnya pendidikan pemahaman tentang seks pada anak. Maka dari faktor tersebut orang tua harus menikahkan anak mereka walaupun belum mencapai batas usia sebagaimana mestinya yang telah dijelaskan dalam UU Nomor 16 Tahun 2019.

Pada masa pandemi covid – 19 ekonomi juga menjadi salah satu factor penyebab pernikahan dini, karena pada masa itu perekonomian Indonesia merosot sehingga seseorang yang berasal dari keluarga kurang mampu memutuskan untuk menikahkan anak mereka untuk meringankan perekonomian keluarga.

Pernikahan dini banyak ditemukan karena faktor kehamilan yang tidak direncanakan memicu perceraian karena usia yang belum matang tidak dapat mengambil keputusan yang bijak dalam berumah tangga.

Selain faktor dari lingkungan sosial, terdapat faktor dari media sosial sehingga orang tua harus memantau anak pada saat bermain handphone, computer dan alat teknologi lainya agar dapat mamantau dan menyelamatkan anak dari penyimpangan.

Seperti pengalaman saya sekolah pada saat PKL (Praktek Kerja Lapangan) Januari 2021 lalu di Pengadilan Agama Sungailiat, banyak sekali perceraian dengan usia pernikahan baru setahun atau dua tahun yang telah memiliki anak.

Mereka memutuskan perceraian karena terdapat beberapa dari pihak suami yang tidak dapat mencukupi perekonomian keluarga, kerjaan sehari – hari hanya bermain game, ada yang kerjaannya hanya meminta uang kepada orang tua padahal mereka telah berkeluarga bahkan ada yang melewati batas – batas dan melakukan kekerasan dalam berumah tangga.

Oleh karena itu, pihak istri lebih memilih untuk bercerai dari pada menjalani hubungan dengan suami yang tidak dapat memenuhi kebutuhan tanpa memikirkan anak mereka.

Dampak dari pernikahan dini
Pernikahan diusia dini dapat memberikan dampak negative seperti sebagai berikut :
Kekerasan dalam rumah tangga

Perceraian dini menjadi salah satu dampak dari pernikahan dini karena beberapa orang tidak sanggup menjalani pernikahan, contonya jika terjadi suatu masalah mereka memikirkan solusi yang terbaik adalah perceraian.

Gangguan mental tentunya ini menjadi salah satu pemicu terjadinya trauma pada kesehatan mental anak contohnya seperti depresi, PTSD dan jika telah memiliki anak seorang ibu akan menjadi khawatir yang berlebihan kepada anak (baby blues).

Dikutip dari BANGKAPOS.com pada 1 agustus 2021 Gubernur Babel, Erzaldi Rosman mendorong pembentukan Badan Penasehat, Pembinaan, dan Pelestarian Perkawinan (b4) untuk menekan usia pernikahan dini dan perceraian di Bangka Belitung yang cenderung meningkat.

Selain itu, mengantisipasi pernikahan dini dapat dimulai dari segi pendidikan seperti memberi pemahaman edukasi seks bebas, peran orang tua yang harus memantau anak dan memberikan kasih sayang yang diperlukan, lingkungan sekitar anak dan bahkan pergaulan anak. Dengan kebijakan pemerintah merevisi UU Nomor 1 Tahun 1974 menjadi UU Nomor 16 Tahun 2019 dapat mengurangi pernikahan dini pada anak dibawah usia 19 tahun atau usia produktif.

Dan sebagai mahasiswa kita dapat memberi saran masyarakat untuk lebih memperhatikan lingkungan pergaulan anak dan memberi edukasi kepada siswa – siswi betapa pentingnya memilih lingkungan yang baik.

Tim Red

Tinggalkan Balasan